
SUKOHARJO – Satu keluarga terpaksa harus mengungsi dari rumahnya sendiri. Bukan karena banjir atau bencana alam lain, namun karena memang dipaksa untuk keluar. Hal itu akibat ulah dari mafia rentenir dengan modus utang-piutang.
Namun saat utang sudah jatuh tempo, mendadak rumah yang mereka tempati sudah berganti pemilik. Hal ini terjadi di Desa Jati, Gatak, Sukoharjo, Jateng belum lama ini. Lalu seperti apa potret kasus tersebut?
Peristiwa yang dilatar-belakangi utang piutang oleh mafia rentenir lintah darat, semakin hari semakin rapi. Yakni dengan menggunakan jasa oknum notaris untuk menutupi aksi ilegalnya.
SW, salah satu warga di Desa Jati, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo kali ini (06/01/2024), menjadi korban arogansi S alias I. Dimana S diduga menggunakan jasa preman. Sehingga S diduga dengan tega, melakukan pengosongan rumah secara paksa tak peduli siapapun korbannya.
Menanggapi hal tersebut, Hoshin panggilan akrab Advokasi Hukum dan HAM Sapu Jagad menyatakan aparat tidak boleh tutup mata, karena sudah banyak masyarakat yang jadi korban mafia rentenir lintah darat.
Lebih lanjut Hoshin menerangkan modus mereka semakin rapi dimata hukum. Yakni dengan menerbitkan PPJB sebagai legalitasnya. Dengan cara itu, kegiatan ilegal mereka tidak mudah diendus.
“Walaupun begitu, kalau kita jeli pasti akan kita ketahui beberapa kejanggalan yang ada. Khususnya dengan adanya potongan tinggi melebihi ketentuan lembaga keuangan resmi yang diawasi OJK dan itu menjadi ciri khas mereka,” ujar Hoshin saat ditemui oleh beberapa wak media.
Sementara itu Kades Desa Baki, Sutarjo, menanggapi kasus tersebut mengatakan. Bahwa saat ini, pihaknya hanya bisa menfasilitasi sebagai mediator. Atau mencari titik temu yang terbaik diantara kedua belah pihak yang berselisih.
Menurut Sutarjo, hal tersebut karena sesuai fakta di lapangan memang sertifikat kepemilikan rumah yang dikosongkan oleh pihak S ternyata sudah berganti pemilik. Dan hal tersebut prosesnya memang pihak Pemdes Jati tidak mengetahui sama sekali. Juga kronologi awal kasusnya pun juga sama sekali tak mengetahui.
“Karena memang saat ini, banyak warga kami yang menjual tanah atau rumah bisa langsung ke pihak notaris tanpa harus melalui kantor Pemdes,” ujar Sutarjo saat ditemui terpisah.
Dikatakannya, satu hal lagi yang juga menjadi masalah karena si pemilik rumah sendiri, saat ini masih bekerja di Malaysia. Sehingga untuk proses mediasinya beberapa kali hasilnya mentok alias nihil.
Karena lazimnya sebuah jual beli atau utang piutang yang terkait dengan sebuah aset jaminan, tentu harus ada beberapa saksi dan beberapa syarat hukum lain agar prosesnya legal. Nah jika tahu-tahu sudah berganti nama pemilik sertifikat, tentu ada kejanggalan saat proses awalnya.
“Namun mediasi terakhir sudah ada titiik temu. Yaitu jika memang si pemilik lama SW ingin membeli kembali rumah tersebut bisa dengan harga tertentu. Nah harga itulah yang sampai sekarang baru dinegosiasikan,” lanjutnya lagi.
Sampai berita ini ditulis, sesuai rencana masih akan dilanjutkan mediasi kembali namun entah kapan rencananya belum ditentukan waktunya. Dan terlepas dari perkembangan kasus tersebut. Tentunya pihak-pihak dan pejabat terkait bisa mengevaluasi kasus tersebut dengan bijak. Karena dalam urusan mafia rentenir, selalu saja rakyat kecil yang menjadi korban. (Med)
Sumber : www.majalahkisahnyata.com
Leave a Reply Batalkan balasan