
SOLO : Barisan kirab bocah dengan penuh semangat menyusuri jalanan kota Solo, pada Sabtu siang kemarin (25/11/2023). Kirab dengan atribut budaya dari anak-anak Sanggar Teater Perwathin tersebut, mengawali sebuah acara yang sangat penting. Yaitu Kongres Perwathin (Persatuan Warga Theosofi Indonesia) yang ke-61 di kota Solo, Jateng. Lantas seperti apa kongres tersebut?
Setiap lima tahun sekali Warga Theosofi yang tergabung dalam organisasi Perwathin, selalu mengadakan kongres. Yaitu bertemunya wakil-wakil Perwathin atau sanggar Perwathin dari seluruh Indonesia.
Seperti di tahun 2023 ini, Perwathin kembali menggelar kongresnya yang ke-61. Bertempat di Hotel Sahid Jaya, Mangkubumen, Solo, acara diikuti oleh hampir seluruh anggota atau wakil dari sanggar-sanggar Perwathin yang ada.
Kongres Perwathin ke 61 di Hotel Sahid Raya Solo
“Tujuan utama dari kongres Perwathin ini, adalah untuk meneruskan kepengurusan organisasi Perwathin yang sudah ada,” ujar Drs. Suyanto, selaku Wakil Ketua dari sanggar Perwathin kota Solo di sela-sela acara kongres tersebut.
Ditambahkannya dengan kongres tersebut, organisasi Perwathin diharapkan bisa terus diperbaiki atau diperbarui. Sehingga acara rutin setiap lima tahunan tersebut bisa menghasilkan agenda-agenda yang lebih bermanfaat. Baik untuk anggota Perwathin sendiri secara khusus, ataupun untuk masyarakat luas secara umum.
Untuk saat ini, susunan pengurus ataupun anggotanya belum mengalami perubahan yang berarti. Sehingga dalam rangkaian acara kongres tersebut juga akan menetapkan bersama, khususnya hal-hal yang mungkin selama ini masih mengganjal diantara anggota ataupun pengurus.
“Kaum Theosofi, terlebih anggota Perwathin sejatinya ada di mana-mana. Dan mereka selalu menyesuaikan perkembangan jaman,” lanjutnya lagi.
Ketua Umum Perwathin Indonesia Drs Widyatmoko MM
Hal ini, karena Perwathin memang merupakan kumpulan dari insan atau teman-teman yang sama-sama mendalami olah spiritual. Walaupun berbeda dari agama, khususnya secara ritual atau syareatnya, namun theosofi merangkul hampir semua agama ataupun kepercayaaan yang ada.
Bahkan dikatakannya, jika dalam agama semakin dalam, akan semakin tampak perbedaan yang tampak dari agama-agama yang ada. Namun dalam Theosofi, justru semangat spiritual yang semakin dalam, akan semakin menemukan kesamaan roh atau spiritnya.
Untuk itulah, dalam Theosofi tak membeda-bedakan agama atau ajaran apapun. Namun justru mencari kesamaan dalam roh atau spiritual, dalam semua agama dan kepercayaan tersebut. Sehingga mengutamakan agar semua umat kembali ke ajaran atau agamanya masing-masing, dengan menjunjung tinggi nilai spiritualitas sebagai tujuan pokok.
Dihadiri Oleh Pejabat Kemenhum dan Ham dan Anggota Dewan Kota Solo
“Untuk kaum milenial, ataupun generasi emas sekarang, harus bermental kuat. Sehingga bisa berpartisipasi dalam membangkitkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa,” pesannya untuk kaum generasi muda sekarang di hadapan awak media yang hadir.
Sementara itu, Ketua umum Perwathin Indonesia, Drs. Widyatmoko MM, mengatakan dengan kongres Perwathin ke-61 itu, bisa menunjukkan eksistensi dari organisasi Perwathin. Terutama sebagai organisasi yang mewadahi lintas sektoral, lintas agama, serta lintas budaya.
Sehingga sebelum rangkaian acara kongres dimulai, juga digelar doa bersama lintas agama dengan ciri khasnya masing-masing. Menurutnya, Perwathin juga menjadi inspirator dari proses kemerdekaan Indonesia.
“Dulu di jaman pergerakan kemerdekaan, banyak tokoh-tokoh Nasionalis yang sebenarnya juga merupakan kaum Theosofi. Diantaranya adalah RA Kartini, Sukemi, Ki Hajar Dewantoro, Wahidin Sudirohusodo, Haji Agus Salim, serta masih banyak lagi tokoh pejuang kemerdekaan lain yang juga penganut Theosofi,” ungkapnya.
Drs Suyanto Wakil Ketua dari Sanggar Perwathin Solo (Kiri) dan wakil Kementrian Hukum dan HAM RI Dr Johno Supriyanto SH MH (Kanan)
Sehingga, dari kenyataan sejarah itu, anggota Perwathin sekarang mempunyai kewajiban yang sangat penting. Yaitu meneruskan perjuangan para pahlawan Nasional dulu, yang juga mendalami spiritual dalam setiap langkahnya.
Ditambahkannya, Theosofi sendiri mempunyai tiga tujuan pokok filosofi. Diantaranya membentuk inti persaudaraan universal diantara manusia. Lalu mencari persamaan antara religi, agama, filsafat, serta ilmu pengetahuan lainnya. Dan terakhir, mencari hal-hal yang mungkin belum bisa terjelaskan antara manusia dan alam sendiri.
Dalam acara tersebut juga hadir perwakilan dari Kementrian Hukum dan HAM RI, yaitu Dr. Johno Supriyanto, S.H., M.H.. Ia mengatakan bahwa Theosofi sendiri sebenarnya sudah ada sejak abad 18 silam.
Fungsi utama dari theosofi adalah sebagai penyeimbang dari beragam lintas agama. Dengan kata lain menyokong penuh gerakan persatuan dan kesatuan bangsa. Hal tersebut juga sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara.
“Jadi agar terlaksana dengan baik kesemua fungsi tersebut, kami dari Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia akan membantu kendala-kendala yang mungkin timbul dalam proses atau kegiatan kongres warga Theosofi ini,” ujarnya.
Lalu terkait dengan tahun politik 2024 yang kian dekat, diungkapkan bahwa politik bersifat umum. Artinya tidak konsisten, sehingga kendala-kendala tersebut tak bisa disatukan dalam ranah agama. Mengingat bahwa politik itu dinamis, jadi tak bisa dicampur-adukkan dengan agama.
Pesannya hanya satu, bahwa masyarakat harus tetap solid dalam menjaga persatuan dan kesatuan NKRI, walaupun ideologi politiknya berbeda-beda. Masyarakat harus lebih cerdas dan profesional, dan bisa melihat untung-ruginya jika harus membuat keputusan politik.
Dalam acara tersebut dilakukan pemukulan gong sebagai simbol dibukanya acara kongres. Juga dimeriahkan oleh atraksi kesenian Deling, atau musik bambu. Sementara atraksi kirab budaya oleh bocah-bocah sanggar Perwathin Solo dimulai dari rumah sanggar, yaitu di Kampung Bromontakan, Punggawan menuju lokasi Kongres, yaitu Hotel Sahid Jaya di Mangkubumen.
Sampai saat ini Perwathin Sanggar Solo sendiri, masih rutin menyelenggarakan kegiatan Wetonan NKRI. Yaitu diisi dengan berbagai acara doa spiritual yang dibalut dengan atraksi seni Deling.
Kegiatan tersebut sebagai bentuk pengingat akan sejarah detik-detik Kemerdekaan RI yang dulu juga disiapkan pada hari Jumat Legi pada pukul 10.10 di Pegangsaan Timur Jakarta. (Dia)
SUMBER : www.majalahkisahnyata.com
Leave a Reply Batalkan balasan