KARTASURA : Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kartasura yang ke-343 tahun ini terasa istimewa. Karena dibuat seperti festival hingga beberapa hari lamanya. Tentu saja suasananya lebih rame daripada tahun-tahun sebelumnya.
Karena diisi dengan beberapa atraksi seni dan budaya. Seperti kirab budaya, pentas seni, diskusi budaya, pagelaran wayang kulit, dan juga upacara umbul donga di Patilasan Kraton Kartasura.
Acara Dibuka Oleh Camat Kartosuro
Di jaman dulu, wilayah Kartasura memang berdiri sendiri sebagai suatu wilayah negara atau kerajaan Kraton Mataram yang sangat terkenal. Namun seiring perkembangan jaman, sekarang hanya tersisa atau berwujud petilasan sejarah. Dan wilayah Kartasura sendiri, secara administratif sekarang masuk wilayah Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Walaupun hanya berwujud petilasan sejarah, Kraton Surakarta masih dianggap sakral sampai sekarang. Terutama lokasi petilasan di dalam Benteng Kartasura. Baik benteng di bagian sisi luar, yaitu Benteng Baluwarti, ataupun benteng di bagian dalam, yaitu Benteng Srimanganti.
“Sehingga panitia peringatan HUT Kartasura di tahun 2023 ini, menutup rangkaian acara dengan upacara sakral umbul donga atau doa bersama di petilasan Kraton Kartasura,” ujar Sri Rahayu (60), selaku ketua dari Paguyuban Mataram Jaya Binangun saat ditemui di sela-sela acara Umbul Donga tersebut.
Paguyuban Mataram Jaya Binangun (MJB) dan Paguyuban Banser Langit (BL), memang yang memprakarsai acara umbul donga tersebut. Upacara sakral itu dilakukan di Bangsal Watu Kembar Petilasan Keraton Kartasura di hari Senin malam lalu (11/09/2023).
Umbul Donga Dengan Kidung Geguritan dan Tembang Macapatan
Selain dianggap wingit atau sakral, di lokasi petilasan ini juga dianggap sebagai tempat sepuh atau tua. Khususnya terkait keberadaan kraton-kraton Mataram lainnya, yang lahir atau muncul setelah Kraton Kartasura. Seperti Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta.
Sebelum acara umbul donga dilakukan, di siang sebelumnya juga dilakukan kegiatan bersih-bersih di dalam komplek petilasan Kraton Kartasura. Khususnya di dalam Benteng Srimanganti. Tempat-tempat yang sebagian besar berwujud makam, yaitu milik tokoh-tokoh Mataram di jaman Kartasura dulu, semuanya tak luput dari aksi bersih-bersih tersebut.
Sesi Acara Potong Nasi Tumpeng Oleh Camat Kartosuro
Menurut Sri Rahayu, kegiatan tersebut bisa menjadi bukti nyata dalam melestarikan dan merawat peninggalan leluhur. Meskipun wujud Kraton Kartasura sekarang hanya tinggal sisa-sisa situs Benteng, dan makam yang masuk Benda Cagar Budaya.
“Paling tidak, bisa menjadi kegiatan yang mengingatkan generasi sekarang, terhadap cikal bakal atau berdirinya Kraton Surakarta dan Yogyakarta yang masih berdiri hingga sekarang,” paparnya lagi.
Upacara umbul donga diawali dengan sambutan dari Camat Kartosuro. Lalu pembacaan doa dengan lantunan ayat-ayat lintas agama. Disusul tembang macapatan, serta beberapa geguritan Jawa yang penuh dengan filosofi doa kepada Sang Penguasa alam semesta (Tuhan).
Di tengah bangunan bangsal terlihat kendil kecil berjumlah empat buah. Hal tersebut menyimbolkan unsur atau isi dunia. Yaitu bumi ( tanah), air, geni (api), dan bayu (angin). Semua unsur tersebut dianggap hal yang sangat penting. Karena sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sehingga dengan simbol-simbol tersebut, manusia bisa mewujudkan rasa syukur dan rasa terima kasihnya kepada Penguasa alam.
Wakil-Wakil dari Pangarsa Kraton Mataram Juga Ikut Hadir
Selain itu, juga terdapat beraneka ragam bunga, buah-buahan, serta hasil bumi yang lain. Seperti pisang, jeruk, pepaya, apel, manggis, mangga, jagung, dan lain-lain. Semua sajian itu juga menyimbolkan wujud rasa syukur, kepada semua berkah yang sudah diterima oleh manusia dari hasil yang diberikan bumi tersebut.
Dalam acara tersebut, juga diundang para seniman dan seniwati, tokoh budaya, pemilik sanggar seni, perangkat Pemerintah Kecamatan Kartosuro, dan semua Kepala Desa se-wilayah Kecamatan Kartosuro. Semua ikut berdoa dalam acara umbul donga tersebut.
“Doa yang utama adalah harapan agar warga khususnya di wilayah Kartosuro selalu hidup rukun, tentram, dan makmur. Selain itu juga doa tentang kondisi negara dan bangsa Indonesia pada umumnya. Terlebih mendekati tahun politik di tahun 2024 nanti. Harapannya agar suasana tetap aman dan kondusif. Artinya tidak ada ontran-ontran atau kegaduhan walaupun ideologi atau pilihan politiknya berbeda-beda,” imbuh Ibu Sri lagi.
Di sela-sela acara umbul donga, juga dilakukan ritual memotong nasi tumpeng. Dimulai dari ketua panitia acara. Lalu satu demi satu semua tamu atau tokoh undangan yang hadir, juga ikut memotong dan menerima nasi tumpeng.
Acara Diakhiri Dengan Berziarah ke Makam Tokoh Sedah Merah
Nasi tumpeng lalu dimakan bersama-sama beserta lauk-pauknya. Setelah doa dan makan bareng selesai, dialnjutkan ziarah ke beberapa makam tokoh Mataram di sekitar bangsal. Salah satunya adalah ke makam Sedah Mirah.
Salah satu pegiat budaya dari Komunitas Pamangku Gunung Nusantara, Yaitu Moch. Rokhim (53), mengatakan bahwa acara tersebut bisa menjadi wujud nyata secara spiritual. Agar Bangsa Indonesia secara umum bisa terwujud dalam kondisi adil, makmur, disegani, sekaligus berbudaya dengan ciri budaya sendiri.
“Meskipun aliran agama atau kepercayaan yang datang berbeda-beda, namun mempunyai tujuan yang sama. Yaitu untuk kebesaran bangsa dan negara ini agar cita-cita yang sudah diikrarkan oleh para pemimpin bangsa dulu bisa cepat terwujud,” ujar Mochamad Rokhim seusai berziarah di makam Sedah Mirah.
Selain itu, bagi masyarakat di wilayah Kartosura sendiri, khususnya para pemangku adat, diharap bisa tetap semangat dalam melestarikan adat dan peninggalan para leluhur. Karena kalau tidak dilakukan mulai sekarang, kapan lagi.
Para generasi muda harus ingat para perintis yang dulu sudah mewujudkan kemerdekaan untuk generasi sekarang. Dan cara untuk mengingat tersebut salah satunya adalah dengan melestarikan garis sejarah dan nilai sejarah dari budaya para leluhur tersebut.
Dalam acara umbul donga atau doa tersebut, para anggota Mataram Jaya Binangun dan Banser Langit datang dari kota-kota se-Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Misalnya dari Sleman, Yogya, Semarang, Purworejo, Kebumen, Tegal, Solo, Sragen, Karanganyar, dan Kartosuro sendiri.. (Med)
SUMBER : www.majalahkisahnyata.com
Leave a Reply Batalkan balasan