SUKOHARJO : Tanpa ada angin tanpa ada hujan, mendadak kebo atau kerbau keturunan Kyai Slamet milik Kraton Surakarta, diboyong ke Desa Purbayan, Baki, Sukoharjo, Jateng. Kandang yang semula di dalam komplek Alun-alun Selatan Kraton Surakarta ini, dipindah ke sebuah tempat di desa Purbayan.
Kabarnya, tempat baru tersebut juga mengandung aura gaib yang sangat besar. Karena dipercaya merupakan petilasan sakral dari beberapa tokoh sakti yang sangat terkenal pada jamannya. Lalu seperti apa proses upacara boyongan kerbau keturunan Kyai Slamet tersebut?
Dihadiri Anggota Tikus Pithi Hanata Baris dan Warga Sekitarnya
“Sebenarnya, kami sendiri juga tidak tahu dengan pasti, apa sebab yang melatar-belakangi kerbau-kerbau keturunan Kyai Slamet dipindah ke desa sini. Karena keluarga besar kami juga tidak mendapat firasat apapun sebelumnya,” aku Dr. (HC) Tuntas Subagyo, S.A.P, S.M, M.M (44), selaku pemilik dan pengelola kandang kerbau Kyai Slamet yang baru di Desa Purbayan, Baki, Sukoharjo, Jateng.
Dia mengatakan bahwa, pihak Keraton Surakarta tiba-tiba saja merekomendasikan, atau meminta agar ia dan keluarga besarnya bisa memelihara sebagian kerbau-kerbau tersebut di kandang barunya. Atau di dekat rumahnya di desa Purbayan. Tepatnya di samping Taman Ratu Maulidya, Desa Purbayan.
“Bisa jadi pihak Kraton mendapat wangsit atau petunjuk gaib, agar segera memindahkan sebagian keturunan Kerbau Kyai Slamet ke desa Purbayan sini,” lanjut pria yang akrab disapa Mas Tuntas ini.
Hal tersebut terjadi sekitar satu bulan yang lalu. Akhirnya permintaan tersebut disanggupinya. Dan ia meminta waktu beberapa hari untuk menyiapkan kandang, atau membuat kandang baru untuk kerbau-kerbau yang akan dipindah tersebut.
Tuntas Subagyo Ketua Tikus Pithi Hanata Baris
Akhirnya pada malam hari (15/09/2023), sesuai syarat spiritual kerbau dipindah menggunakan mobil pick up. Sebanyak empat kerbau, terdiri dari tiga kerbau jantan serta satu kerbau betina, berhasil diboyong dengan lancar.
Jumlah tersebut memang sudah satu paket. Atau satu keturunan lengkap dari induknya yang berada di kandang alun-alun selatan Kraton Surakarta. Tak lupa beberapa uborampe sesaji, serta upacara doa khas tradisi Jawa juga dilakukan pada malam itu.
Lalu setelah beberapa hari sudah beradaptasi, maka pada hari Rabu Wage malam (20/09/2023) dilakukan upacara selamatan boyongan secara resmi. Selain diisi ritual doa, juga menampilkan acara sarasehan terkait budaya dan komunitas atau Ormas Tikus Pithi Hanata Baris.
Ormas Tikus Pithi Hanata Baris di bawah naungan Yayasan Surya Nuswantara Wilwatikta (SNW), selama ini memang sangat konsisten dalam nguri-uri atau menjaga warisan budaya, khususnya tradisi dan budaya Jawa. Untuk itulah di akhir acara, juga digelar syukuran berupa pentas wayang kulit semalam suntuk.
Tumpengan Selametan Saat Sambut Kedatangan Kebo Kyai Slamet (Sumber: Subagyo)
“Kami sengaja membawakan lakon yang berjudul Wahyu Cakraningrat. Tema tersebut secara spiritual juga menggambarkan akan kejadian-kejadian selama ini. Sekaligus juga harapan-harapan akan kondisi negara dan bangsa di masa akan datang. Khususnya bagi masyarakat Sukoharjo sendiri,” tutur Ki Jatmiko Anom Suroto Putro, selaku Ki Dalang dalam pementasan wayang kulit tersebut sesaat sebelum acara pentas dimulai.
Menurutnya, lakon tersebut, bisa berkaitan secara langsung dengan kepindahan Kerbau Keturunan Kyai Slamet ini, maupun cita-cita dari Tikus Pithi Hanata Baris. Yaitu ingin memakmurkan wilayah Sukoharjo sehingga menjadi lebih makmur dan kuncoro atau semakin bersinar kemakmuran warganya.
Suasana Sarasehan di Taman Ratu Maulidya
Dan untuk mewujudkan hal tersebut, memang sudah saatnya rakyat membutuhkan pemimpin yang benar-benar merakyat dan membumi. Bukan pemimpin kaleng-kaleng yang hanya memburu pencitraan saja.
Sehingga dalam lakon Wahyu Cakraningrat, bercerita tentang lahirnya pemimpin baru yang benar-benar memikirkan kawula atau rakyatnya. Pemimpin sejati yang benar-benar meletakkan kepentingan rakyat serta kesejahteraan warganya, di atas kepentingan kekuasaannya sendiri. Bahkan mekanisme kepemimpinannya benar-benar dicalonkan sendiri oleh rakyat. Jadi bukan sekedar dicalonkan atas nama partai kalau merujuk di era modern sekarang.
“Dan tanda-tanda akan munculnya pemimpin baru tersebut memang sudah ada. Walaupun kapan pastinya ia akan muncul, nanti alam akan memberikan tanda-tandanya kembali secara lebih gamblang sesuai dengan perkembangan atau situasi jamannya,” ujar Ki Jatmiko Anom Suroto Putro kembali.
Akan halnya tempat yang sekarang dipakai sebagai kandang Kerbau Kyai Slamet yang baru, memang dipercaya adalah tempat sakral. Karena dianggap menjadi tempat petilasan, atau setidaknya dekat dengan petilasan beberapa tokoh di masa Mataram dulu.
Ki Jatmiko Anom Suroto Putro (Kanan)-Selaku Ki Dalang Malam Boyongan Kebo Kyai SLamet
Diantaranya adalah tokoh Pangeran Purbaya, serta tokoh Raden Pabelan dimana dulu beliau bertapa atau sedang melakukan laku semedi di tempat itu. Untuk tokoh Purbaya memang banyak versi ceritanya.
Sedangkan tokoh Pabelan sendiri, dulunya adalah tokoh sakti yang dikenal sangat rupawan. Namun juga sangat hobi menggoda gadis. Sehingga tak heran banyak gadis atau putri-putri Keraton Mataram yang jatuh hati kepadanya.
Namun sayang, karena insiden hubungan backstreetnya ke salah satu putri kraton, akhirnya ia dijatuhi hukuman mati. Saking saktinya, hukuman mati yang kala itu dianggap tidak adil, tak mampu membunuhnya dalam sekejap. Hingga akhirnya tubuh Raden Pabelan sampai dihanyutkan ke sungai, setelah sebelumnya dimutilasi menjadi tiga bagian agar benar-benar bisa mati.
Walau Suasana Lesehan Namun Tetap Kidmat dan Mengenyangkan
Dan sampai sekarang, makam Raden Pabelan yang cukup dikenal berada di dalam komplek Perdagangan Beteng Plaza di pusat kota Solo. Di makam itu, banyak yang percaya hanya jasad atau bagian potongan badannya saja yang dikubur.
Sementara bagian kepala dan kaki, dikubur terpisah di sekitaran wilayah Desa Pajang serta Desa Mayang sendiri. Dan wilayah Purbayan berada tepat diantara kedua wilayah tersebut.
Kisah kesaktian Raden Pabelan masih terdengar hingga jaman modern sekarang. Terbukti sewaktu peristiwa kelam reformasi dulu, komplek perdagangan Beteng Plaza juga tak luput dari amukan massa. Atau juga dibakar oleh amuk masa yang tidak jelas siapa provokatornya.
“Dan anehnya, walaupun semua bangunan di dalam komplek Beteng Plaza semua hancur terbakar, hanya bangunan makam Raden Pabelan yang tersisa utuh tanpa bekas terbakar sedikitpun,” ujar salah satu warga yang kebetulan juga hadir dalam acara sarasehan budaya tersebut.
Kandang Kerbau Kyai Slamet di Alun-alun Kidul Kraton Surakarta
Dalam sarasehan tersebut, dibahas tentang segala aspek budaya terkait kepindahan Kerbau Kyai Slamet. Juga tentang situasi terkini kondisi masyarakat, khususnya masyarakat Sukoharjo yang berslogan Sukoharjo Makmur. Selain itu juga disinggung sedikit tentang sejarah berdirinya Tikus Pithi Hanata Baris yang memang terlahir murni dari rakyat.
Sampai sekarang, nama Tikus Pithi Hanata Baris sudah me-Nasional. Hal itu dibuktikan dengan pembentukan Partai Kedaulatan Rakyat (PKR). Walau begitu, toh tak ada satupun tokoh Nasional yang ikut bergabung dengan komunitas unik tersebut. Walau tanpa tokoh Nasional, nama Tikus Pithi Hanata Baris tetap maju demi sejarah yang lebih mulia dan bermartabat. (Dia)
SUMBER : www.majalahkisahnyata.com
Leave a Reply Batalkan balasan