
MAJALAHKISAHNYATA.COM, SOLO RAYA– Lagi-lagi pelecehan budaya, atau mungkin lebih tepat disebut pengrusakan budaya kembali terjadi. Kali ini dilakukan oleh warga asal Jakarta Selatan beberapa hari lalu. Pasalnya, warga yang bernama Valentina Chandra (Valen), serta Indira Ratnasari (Nena), menikahkan anjing milik mereka seperti layaknya manusia.
Bahkan tak tanggung-tanggung, mereka menikahkan sepasang anjing dengan prosesi layaknya adat Jawa yang patutnya hanya dilakukan oleh manusia, khususnya oleh masyarakat Jawa. Lebih gila lagi, juga dilakukan semacam prosesi pemberkatan layaknya umat Nasrani kepada sepasang anjing yang dinikahkan tersebut.
Kabarnya, pernikahan anjing ras Alaskan Malamute tersebut menelan biaya ratusan juta. Tentu saja, pernikahan antara anjing yang bernama Jojo dan Luna tersebut langsung menuai kontroversi.
Mayoritas masyarakat tentu geleng-geleng kepala dengan fenomena pernikahan anjing dengan embel-embel adat Jawa tersebut. Memang mungkin dunia sudah edan. Namun dari kacamata kepatutan budaya, penggagas acara tersebut jelas sudah melecehkan, mencederai, bahkan merusak nilai-nilai dan tatanan budaya di Indonesia pada umumnya.
Prosesi Nikah Anjing Dalam Adat Jawa Merupakan Bentuk Pelecehan Budaya
“Terkait fenomena pernikahan sepasang anjing dengan prosesi adat Jawa yang sedang viral, jelas pelaku atau penyelenggara acara tersebut tak hanya sengaja melecehkan adat budaya Jawa. Namun sudah masuk kategori merusak budaya dan adat di Nusantara pada umumnya,” tegas Dr. BRM Kusuma Putra SH, MH (49), selaku ketua dari Yayasan Forum Budaya Mataram (FBM), yang juga ketua dari Dewan Pemerhati dan Penyelamat Seni Budaya Indonesia (DPPSBI), saat ditemui di rumahnya pada Kamis siang (20/07/2023).
Ditambahkannya, penyelenggara atau pemilik anjing yang dinikahkan tersebut sudah melakukan tindakan biadab. Dengan menggelar prosesi nikah anjing dalam adat Jawa, adalah sangat menyakiti masyarakat Jawa pada umumnya. Terutama menyakiti para pecinta budaya.
Hal ini, karena budaya Jawa sudah bukan lagi hanya milik masyarakat Jawa. Namun sudah menjadi kebanggaan semua rakyat dan milik bangsa Indonesia. Yayasan FBM, yang selama ini sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya Jawa, jelas sangat mengutuk keras kepada para perusak budaya yang jelas-jelas sudah sangat menyakiti tersebut.
“Perusak budaya itu sungguh tidak mempunyai adab dan moral. Ironisnya, kabarnya pelaku penyelenggara nikah anjing dalam adat Jawa tersebut, justru orang yang mempunyai jabatan penting di pemerintahan,” tegas Kusuma Putra lagi sambil menahan emosi.
Mewakili Yayasan FBM dan DPPSBI, Kusuma meminta ke depannya agar Pemerintah lebih memperhatikan lagi perekrutan pegawai atau pejabat yang hendak dilantik. Pemerintah wajib selektif dalam mengangkat pejabat. Khususnya terkait dengan pemahaman akan adat dan budaya Indonesia kepada calon pejabat yang akan diangkat.
Sehingga pejabat yang menjadi abdi negara atau abdi masyarakat, benar-benar mempunyai adab dan standar moral dalam memahami adat dan budaya bangsa Indonesia. Ditambahkannya, bahwa saat ini pembekalan adab dan moral adalah jauh lebih penting daripada keunggulan ilmu akademis semata.
“Jadi sekali lagi, kami sangat mengutuk keras aksi menikahkan anjing dalam adat Jawa tersebut. Dan meminta Mabes Polri atau Kapolri untuk segera melakukan penelusuran serta penyelidikan atas kasus memalukan tersebut,” paparnya lagi.
Dr BRM Kusuma Putra SH MH Bersama Istri Tercinta Selaku Ketua Yayasan Forum Budaya Mataram Dan DPPSBI
Tindakan melecehkan adat dan budaya tersebut, jelas bisa dijerat dengan sanksi hukum. Khususnya pasal-pasal pelecehan budaya. Lebih jauh bahkan bisa dikatakan bahwa tindakan pelecehan budaya tersebut, bisa diindikasikan sebagai bentuk tindakan penghancuran budaya.
“Karena bukan tidak mungkin, aksi biadab tersebut berpotensi merembet ke pelecehan budaya-budaya atau adat lain yang ada di seluruh wilayah Indonesia yang kaya akan adat dan tradisi budaya,” tutur pria yang dikenal sangat getol dalam menjaga dan membela tradisi, serta adat budaya leluhur Nusantara ini.
Kusuma juga menegaskan, bahwa jikapun pelaku sudah meminta maaf, proses hukum tetap harus berjalan. Hal ini dianggap sebagai peringatan keras kepada masyarakat lainnya, agar jangan coba-coba melecehkan atau merusak adat dan budaya bangsa yang adiluhung.
Karena sekali lagi, tindakan biadab dan tidak punya adab, terkait pelecehan adat dan budaya tersebut sudah jelas sangat menyakiti masyarakat. Khususnya menyakiti masyarakat Jawa, dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Ditegaskannya, perlindungan kepada pelestarian dan keselamatan Budaya harus benar-benar ditegakkan dengan payung hukum yang berlaku. Dengan kata lain, siapapun tanpa kecuali yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah melecehkan atau merusak adat dan budaya, tentu wajib mendapat sanksi hukum. Bahkan jika dilakukan oleh pejabat pemerintah sekalipun. Salam lestari budaya. (Dia)
SUMBER : www.majalahkisahnyata.com
Leave a Reply Batalkan balasan