MAJALAHKISAHNYATA.COM, Karanganyar- Merasa tuntutannya tak kunjung dipenuhi oleh pemerintah desa (Pemdes) setempat. Akhirnya beberapa warga Desa Berjo, Ngargoyoso, Karanganyar, Jateng, mengadu kepada Tim Kuasa Hukum yang secara sukarela, bersedia membantu dan membela hak-hak mereka. Dalam jumpa pers Jumat siang kemarin (14/01/2022), terungkap apa saja yang menjadi ganjalan warga selama ini.
Bertempat di sebuah warung sederhana, tiga orang warga mengadu tentang permasalahan mereka. Didampingi oleh tim kuasa hukum, Dr. BRM Kusumo Putro S.H, M.H and Partners, mereka menceritakan tentang kronologi tuntutan mereka kepada pemdes setempat.
Sebelumnya Air Terjun Wisata Jumog di desa Berjo, Ngargoyoso, Karanganyar, tidak pernah dikenal sama sekali. Namun sejak ditemukan warga beberapa tahun lalu, mendadak menjadi sangat ramai. Bahkan bisa dibilang, menjadi wisata air terjun andalan di wilayah Karanganyar, khususnya di kawasan wisata lereng Gunung Lawu.
Masalahnya, lokasi Air Terjun Jumog, berada di tengah hutan atau perkebunan warga. Sehingga akses jalan masuknya menjadi sulit bagi wisatawan yang berkunjung. Pihak pemdes setempat, akhirnya membuka akses jalan masuk ke lokasi wisata. Tentu agar wisatawan, terutama kendaraan bisa masuk dengan mudah.
Suasana Jumpa Pers Terkait Aduan Warga Berjo Soal Sengekta Lahan Wisata
“Nah jalan akses masuk ke lokasi air terjun itulah, mau tak mau harus melewati atau menerabas lahan milik beberapa warga. Bahkan ada sekitar 14 warga yang lahannya terkena pembangunan jalan masuk ke lokasi wisata tersebut,” ungkap Dr. BRM Kusumo Putro S.H, M.H, (48), saat membuka acara jumpa pers dengan beberapa awak media.
Sesuai pengakuan warga, saat itu memang warga iklas, karena mereka memang orang-orang lugu dan polos. Mereka tahunya, lahan dipinjam untuk kepentingan umum (wisata). Dengan kata lain juga untuk kepentingan bersama seluruh warga desa. Saat itu, warga juga sempat menerima uang, sebagai pengganti tanaman di lahan yang terkena proyek akses jalan tersebut.
Setelah akses jalan terbuka, sontak wisata Air Terjun Jumog langsung ramai pengunjung. Bahkan selama 10 tahun terakhir, Pemdes Berjo bisa meraup Pendapatan Asli Desa (PAD), sekitar beberapa milyar rupiah per tahunnya. Sumber PAD terbesar didapat dari hasil pengelolaan beberapa tempat wisata setempat. Diantaranya wisata Air Terjun Jumog dan Telaga Mardido.
Juga Dihadiri Komunitas Masyarakat Peduli Berjo (MPB)
Namun ternyata, seiring perkembangan dan ramainya wisata Air Terjun Jumog, kue kesejahteraan desa tersebut, tak bisa dinikmati oleh semua warga desa. Terutama oleh warga yang merasa ikut andil dalam pengembangan wisata tersebut. Lebih-lebih warga yang lahannya terkena dampak proyek jalan menuju lokasi wisata.
“Sebagai warga, kami hanya ingin ikut mencari nafkah dari ramainya potensi wisata di desa kami. Terlebih kami sudah berkorban dengan merelakan sebagian lahan kami untuk proyek jalan wisata tersebut,” ungkap Cipto Paino, seorang warga Dusun Tambak ,yang tanahnya juga ikut terdampak proyek jalan wisata Jumog tersebut.
Menurut versi tuntutannya, terkait dengan haknya sebagai warga desa, ia hanya meminta sebuah kios di dalam lokasi wisata Air Terjun Jumog. Kios tersebut, nantinya akan ia pakai bersama keluarga untuk bisa berdagang atau berjualan. Namun permintaan yang sangat sederhana tersebut, nyatanya sampai kini tidak atau belum bisa dipenuhi oleh pihak Pemdes setempat.
Dr BRM Kusumo Putro SH MH-Kuasa Hukum Warga Terdampak Proyek Jalan Wisata Air Terjun Jumog
Alasan dari pihak Pemdes, yang belakangan ini sudah ramai diekspos di beberapa media, pawa awal Tahun 2010 silam, warga yang terdampak jalan akses wisata sudah menyepakati. Yaitu untuk menghibahkan sebagian tanahnya ke pihak Pemdes untuk dijadikan akses jalan masuk ke lokasi wisata.
Begitu pula dengan dua warga lainnya, yaitu Sidik Tarsono serta Samidi dari Dusun Berjo. Mereka mengaku mewakili keluarga, atau warga yang lahannya ikut terdampak oleh jalan wisata tersebut. Dan mereka juga mengajukan tuntutan yang sama kepada pihak Pemdes. Yaitu ingin memiliki kios di lokasi wisata, agar bisa ikut mengais rejeki dan menikmati meriahnya wisata di desanya sendiri.
“Kami sudah empat kali membicarakan tentang tuntutan tersebut. Namun sampai sekarang, pihak Pemdes belum bisa memenuhi dengan alasan yang diulang-ulang,” papar Sidik Tarsono, saat sesi testimoninya kepada awak media yang hadir.
Menurut pihak Pemdes yang diwakili oleh manajemen Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) setempat. Warga yang sudah menghibahkan tanahnya, tidak bisa menuntut kembali apa yang dulu sudah disepakati untuk dihibahkan. Sehingga tuntutan atau kompensasi yang dinginkan warga sampai saat ini masih terkatung-katung.
Titik Masuk Akses Jalan Masuk Wisata Jumog Yang Memakai Lahan Warga
Menurut kuasa hukum warga, tudingan pihak Pemdes ke warga tentang hibah sebagian tanah tersebut tentunya sangat cacat hukum. Karena hibah terkait lahan atau tanah harus disertai bukti otentik. Bahkan harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang.
“Hal tersebut sudah sangat jelas diatur dalam Pasal 37 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah,” tegas Kusumo yang mengaku sangat prihatin dengan nasib yang dialami oleh beberapa kliennya tersebut.
Dalam pasal tersebut ditulis “Pemindahan hak atas tanah, dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Bahkan peralihan hak itu bisa tuntas jika penerima hak, sudah membuktikan dengan sertifikat dari Kementriasn Agraria Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Kantor Balai Desa Berjo
Jadi jika melihat bukti setifikat hak milik tanah milik warga yang terdampak, sampai saat ini, jelas warga masih berhak penuh atas semua klaim tanah seperti yang tercantum dalam sertifikatnya. Dengan kata lain, warga sebenarnya tidak atau belum pernah menghibahkan sebagian tanahnya kepada pihak Pemdes setempat.
Sehingga demi memenuhi hak-haknya, ketiga warga desa tersebut lewat kuasa hukumnya, Dr. BRM Kusumo Putro S.H, M.H, and Partners, melayangkan surat somasi kepada pihak Pemdes Berjo pada hari Jumat (14/01/2022). Inti dari surat somasi itu, mengajak pihak Pemdes untuk melakukan pertemuan atau mediasi kembali, dengan pihak warga yang merasa tuntutannya tidak dipenuhi. Sehingga bisa dicapai solusi yang memuaskan semua pihak.
Terlepas dari semua sisi hukum yang diklaim oleh kedua belah pihak, sebenarnya ada masalah krusial namun sepele, yang sebenarnya bisa dijadikan akar permasalahan. Dari permasalahn tersebut bisa diurai, bagaimana sebenarnya menyikapi masalah tuntutan warga tersebut.
Warga Desa Harus sadar Hukum Demi Hak dan Kewajibannya
Dari pantauan di lapangan, jelas ada kecemburuan sosial yang dirasakan oleh sebagian warga desa. Sementara warga lain ada yang bisa ikut menikmati ramainya wisata Air Terjun Jumog. Namun di sisi lain, ada warga yang hanya menjadi penonton saja. Atau tak bisa menikmati kekayaan alam di desanya sendiri tersebut.
“Mosok warga lain, yang tidak punya andil apa-apa, justru bisa memiliki kios di sana (wisata), bahkan lebih dari satu kios. Sementara, kami yang jelas-jelas punya andil malah tidak bisa mendapatkan,” terang Cipto Paino yang juga senada dengan keluhan Sidik Tarsono dan Samidi.
Jadi sebenarnya tuntutan warga tersebut sangat normatif. Bahkan sangat kecil nilainya dibandingkan dengan luas lahan yang telah mereka relakan, untuk proyek akses jalan wisata tersebut. Sementara itu, dengan kekuatan PAD desa yang sedemikian besar, serta lokasi wisata yang sangat luas, tentu tuntutan warga tersebut bisa diwujudkan dengan mudah, asal ada itikad baik dari kedua belah pihak.
Suasana Jumpa Pers Warga -Kuasa Hukum-dan awak Media
Apalagi tugas utama Kepala Desa sebagai kepala Pemdes, adalah memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa. Serta melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
“Jadi seharusnya, kepala desa Berjo harus berusaha semaksimal mungkin dalam mensejahterakan rakyatnya dengan semua potensi yang ada di desanya, termasuk Wisata Air Terjun Jumog tersebut,” tandas Kusumo di sesi tanya-jawab dengan awak media.
Terkait dengan surat somasi yang dikirim ke Pemdes Berjo mewakili para kliennya, Kusumo mengatakan sangat menyayangkan sikap Pihak Pemdes Berjo. Yaitu yang telah melakukan pembangunan jalan dengan menggunakan sebagian lahan milik warga, tanpa memperdulikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu pihaknya juga mengajak Pemdes Berjo untuk segera bermediasi dan mencari jalan tengah. Sehingga klin yang telah dirugikan haknya tersebut bisa terpenuhi hak dan rasa keadilannya.
Ketua Masyarakat Peduli Berjo, Larno (Kiri) Siap Mensuport warga Terdampak Jalan Wisata Jumog
Bahkan jika Pihak Pemdes Berjo tetap bersikukuh dengan sikapnya selama ini, ia menduga ada tindakan pidana tentang penyerobotan tanah sebagaimana diatur dalam undang-undang Kitap Undang-Undang Hukum Oidana (KUHP) Pasal 385.
“Jika dalam waktu tiga hari setelah kami melayangkan surat somasi, dan ternyata tidak ada respon positif dari pihak Pemdes, maka kami terpaksa akan melakukan langkah selanjutnya. Dan tentunya jika sudah buntu, akan kami bawa ke jalur hukum, agar bisa menentukan keadilan yang sebenarnya,” pungkas Kusumo.
Terkait kasus para klien yang dibela dan didampinginya, Kusumo mengatakan ia merasa sangat prihatin dengan nasib warga desa tersebut. Tuntutan warga yang seharusnya sangat sederhana tersebut, sebenarnya adalah masalah yang sangat mudah. Namun entah kenapa pihak pemdes dianggapnya berbelit-belit dalam mensikapinya.
Di sisi lain, ia juga ingin agar masyarakat umum, khususnya warga di desa yang didampinginya, bisa melek atau sadar hukum. Sehingga bisa tahu dengan pasti apa saja hak-hak dan kewajibannya sebagai warga desa. Khususnya hak mereka sebagai pemilik atau ahli waris akan hak tanah.
“Bahkan saya sendiri merasa miris, masak warga yang berdemo di tanah miliknya sendiri, justru ditangkap aparat dengan alasan yang tidak ada hubungannya dengan subtansi permasalahan demo warga itu sendiri. Jadi kami hanya ingin membantu warga dalam mencari keadilan yang sebenarnya,” ungkap Kusumo sebelum mengakhiri acara Jumpa Pers tersebut.
Acara jumpa pers tersebut, juga dihadiri oleh komunitas Masyarakat Peduli Berjo (MPB). MPB sendiri sudah lama dikenal sebagai komunitas yang selalu membantu permasalahan warga dalam bidang apapun. Termasuk kali ini, mereka juga mensuport masalah yang dialami warga terdampak proyek jalan akses ke wisata Air Terjun Jumog tersebut. (Dia)
Sumber: www.majalahkisahnyata.com
Leave a Reply Batalkan balasan