
MAJALAHKISAHNYATA.COM, Jateng- Seperti sebuah siklus yang memprihatinkan, lagi-lagi harga pupuk pertanian mendadak melambung tinggi. Siklus menyakitkan ini, sudah terjadi selama bertahun-tahun. Dan sepertinya pemangku kebijakan terkait hal tersebut, tidak bisa berbuat banyak. Buktinya siklus tersebut selalu terulang dan terus terulang. Ada apa sebenarnya?
Sebagai negara agraris, yang tentu saja mayoritas ekonomi Nasional ditopang oleh sektor pertanian, tentu siklus di atas menjadi sangat ironis. Secara logika orang awam saja, seharusnya sektor tersebut mendapat perhatian yang lebih dari sektor lainnya. Dengan kata lain, seharusnya mendapat perlindungan yang semaksimal.
“Namun kenyataannya, justru dari tahun ke tahun fenomena harga pupuk langka atau harganya yang tak terjangkau petani, malah semakin parah,” ungkap Dr.BRM.Kusumo Putro SH.MH, ketua dari LSM LAPAAN RI Jateng dengan nada prihatin.
Menurut pria yang juga dikenal sebagai tokoh masyarakat Solo ini, persoalan pupuk jangan pernah dianggap remeh. Terutama oleh Pemerintah dan pejabat pemangku kebijakan terkait. Dari hasil pantauan di lapangan, dalam seminggu terakhir ini, harga semua jenis pupuk pertanian naik hingga tembus antara 50 – 100 persen.
Hal tersebut tentu saja membuat kalut para petani. Nasib mereka lagi-lagi hanya bisa pasrah menatap langit di atas sana. Padahal lahan pertanian, termasuk ladang, sawah atau kebun, sangat tergantung dengan yang namanya Pupuk Non Organik. Walaupun dalam wilayah atau kondisi tertentu, petani memang masih bisa memakai Pupuk Organik.
“Banyak pihak yang menganggap sepele masalah pupuk, bahkan terkesan cuci tangan, hanya dengan mengatakan bahwa petani bisa menggunakan pupuk organik kalau tidak bisa mendapatkan pupuk non organik. Padahal masalahnya kan tidak sesederhana itu,” sambungnya lagi.
Bulir Padi Menguning Adalah Dambaan Semua Petani
Memang pupuk organik seperti kotoran hewan sapi, kambing, kerbau, atau sampah dedaunan, mengandung banyak kelebihan. Namun juga banyak kelemahannya. Yaitu jumlahnya sangat sedikit, karena tidak setiap petani memelihara hewan-hewan tersebut. Sehingga jauh dari nilai ideal untuk memenuhi kebutuhan pupuk seluruh petani di Indonesia.
Sementara itu, pupuk organik biasanya juga membutuhkan waktu lama, untuk diproses agar benar-benar bisa dijadikan menjadi pupuk tanaman. Belum lagi, tanaman dengan pupuk organik, rata-rata juga membutuhkan waktu lebih lama untuk panen. Meskipun hasil panennya untuk beberapa jenis tanaman, secara kualitas memang lebih unggul.
Dengan kata lain, untuk saat ini, pupuk non organik yang sangat dibutuhkan oleh petani. Karena mau tidak mau, petani sangat tergantung jika ingin hasil panennya bagus dan cepat.
Komoditas Jagung Juga Menjadi Sumber Devisa Negara
“Sehingga bila keadaan ini terus terjadi, makan bukan saja sawah penghasil padi yang akan terkena dampaknya. Namun ladang perkebunan seperti sayur-mayur, atau tanaman komoditas pertanian lainnya juga ikut terkena imbasnya,” papar Kusumo Putro saat ditemui di Pasar Tawangmangu beberapa hari lalu (11/01/2022).
Seperti dikeluhkan oleh seorang warga petani asal Ngargoyoso, Karanganyar, Jateng belum lama ini. Ia mengaku sudah tak mampu membeli pupuk lagi. Terutama pupuk NPK, untuk tanaman sayur-mayurnya. Karena harganya sudah gila-gilaan. Jika nekat membeli, ibaratnya berhadapan dengan spekulasi tinggi dengan hasil panennya nanti. Taruhannya impas atau malah merugi.
Di beberapa wilayah seperti Sragen dan Karanganyar, bahkan kuota pupuk subsidi sudah dicabut atau dikurangi hampir tiga tahun ini. Lucunya lagi, kehadiran KARTU PETANI yang awalnya digadang-gadang bisa membantu petani, justru malah menambah masalah lagi.
Petani Hanya Bisa Menatap Pasrah Saat Harga Pupuk Naik dan Langka
Karena prakteknya, petani harus menabung dulu untuk bisa beli pupuk subsidi. Padahal seperti lingkaran setan, sumber uang petani tentunya ya dari hasil panen itu sendiri. Lalu jika harga pupuk mahal dan stok langka, lantas apa yang bisa diharapkan dari petani untuk ngopeni KARTU TANI tersebut?
Yang sangat disayangkan, sekaligus sangat mengherankan, karena menjadi tanda tanya besar. Ada apa sebenarnya dengan situasi dan kondisi yang terjadi? Persoalan pupuk mahal dan langka benar-benar nyata terjadi di pasaran kelewat sering. Dan hebatnya seperti tak pernah ada solusi. Seakan-akan hanya membiarkan, atau tidak peduli dengan nasib rakyat petani.
Kenapa hal itu selalu terjadi?
Padahal jika menengok dalam PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN ANGGARAN 2021, Oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Kementrian Pertanian), jelas disebutkan, bahwa sektor pertanian terbukti menjadi satu-satunya sektor yang mampu bertahan. Bahkan berkontribusi positif terhadap PDB selama masa pandemi tahun 2020.
Petani Padi Saat Tebar Pupuk di Sawah
Hal ini karena pemenuhan pangan 279 juta jiwa penduduk Indonesia sangat tergantung pada pembangunan pertanian. Disamping sebagai penyumbang devisa melalui ekspor produk pertanian, penyedia bahan baku industri pangan, pemasok bahan pangan dan gizi, penyerapan tenaga kerja, serta pendukung bagi bergeraknya sektor ekonomi lainnya.
Juga disebutkan bahwa, untuk memenuhi beberapa komoditas penting pertanian dan perkebunan, ketersediaan pupuk, sebagai salah satu sarana produksi yang utama, terutama pupuk bersubsidi, diharapkan dapat dipenuhi sesuai azas 6 (enam) tepat yaitu: tepat waktu, jumlah, jenis, tempat, mutu dan harga.
“Dengan demikian dalam pengelolaan pupuk bersubsidi diperlukan kesepahaman seluruh stakeholder terkait dalam mewujudkan tujuan,” ungkap Kusumo.
Namun yang terjadi saat ini, justru malah kesimpang-siuran para stakeholder dalam menyikapi masalah kelangkaan pupuk atau mahalnya pupuk. Baik pupuk bersubsidi maupun non subsidi.
Petani Sayur Bawang Bisa Terkena Dampak Kenaikan dan Kelangkaan Pupuk
Bahkan dalam Pedoman Teknis tersebut, sangat jelas dijabarkan tentang Penyaluran pupuk. Yaitu didefinisikan sebagai proses pendistribusian Pupuk Bersubsidi dari Pelaksana Subsidi Pupuk/PT Pupuk Indonesia (Persero) sampai dengan Petani sebagai konsumen akhir.
Serta menjadikan Harga Eceran Tertinggi yang selanjutnya disebut HET adalah harga Pupuk Bersubsidi yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian untuk dibeli oleh petani dalam kemasan tertentu di Penyalur Lini IV.
Tentu saja harga eceran tersebut pasti murah. Namun mengapa bisa terjadi tiba-tiba selalu harga pupuk subsidi menjadi mahal, langka, dan seperti tak bisa terjangkau oleh petani kebanyakan.
Kalau alasannya memang anggaran subsidi pupuk dari Pemerintah, yang tidak mampu mencukupi kebutuhan pupuk bagi para petani di seluruh Indonesia, kenapa tidak berusaha menambah anggarannya. Juga bila alasannya karena stok pupuk tidak ada, kenapa tidak menambah jumlah produksinya.
Dan jika masih beralasan, bahwa penyalurannya disinyalir tidak tepat sasaran, kenapa tidak segera memperbaiki sistem dan management distribusinya, serta melakukan evaluasi dan aksi nyata untuk menyelesaikannya.
Petani Sayur Tomat Ikut Menjerit Jika Pupuk NPK Langka dan Mahal
“Sebagai petani, tentu rakyat tidak tahu dan tidak semuanya paham tentang kebijakan dari atas tersebut. Yang mereka tahu dan mereka inginkan hanyalah stok pupuk selalu ada dengan harga murah atau terjangkau. Sehingga mereka selalu bisa dengan mudah mencukupi kebutuhan pupuk untuk lahan produksi lahan pertanian atau perkebunannya,” beber Kusumo mengernyitkan dahinya.
Kusumo mengingatkan, bahwa persoalan pupuk sangat berhubungan dengan masalah pangan untuk rakyat. Sehingga sangatlah penting bagi ketahanan pangan, dan peningkatan ekonomi Nasional. Serta bagi kesejahteraan para petani di seluruh negeri Indonesia ini.
Tentu saja, fenomena kenaikan harga pupuk yang meroket, serta langkanya pupuk subsidi harus menjadi prioritas utama dari pemerintah. Hal tersebut tidak bisa dijadikan masalah sepele.
Pupuk Yang Berkualitas dan Murah Menjamin Hasil Panen Melimpah
Pemerintah sesegera mungkin harus menyelesaikan masalah tersebut, dengan melakukan langkah-langkah nyata yang terbaik. Sehingga harga pupuk kembali stabil, atau bisa terjangkau oleh petani dengan mudah. Karena jika situasi seperti saat ini dibiarkan berlarut-larut, tentu bisa menimbulkan gejolak. Cepat atau lambat harga kebutuhan pokok lainnya juga akan ikut-ikutan naik dan membumbung tinggi.
“Salah satu kewajiban, tugas, dan tanggung-jawab pemerintah adalah menjamin ketersediaan pangan. Serta menjaga kestabilan harga pangan yang terjangkau oleh rakyatnya,” tegas Kusumo lagi.
Untuk itu Pemerintah harus secepatnya melakukan evaluasi, dan langkah yang sungguh-sungguh. Sehingga Petani Indonesia bisa kembali tersenyum. Dan bersemangat menggarap sawah ladangnya, guna mencapai Program Pemerintah untuk menuju Swasembada Pangan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Semoga harapan dan impian petani di seluruh Indonesia ini segera terwujud. (Dia)
Sumber: www.majalahkisahnyata.com
Leave a Reply Batalkan balasan