
MAJALAHKISAHNYATA.COM, Sukoharjo– Belasan warga mendadak mendatangi kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sukoharjo pada hari Rabu kemarin (22/12/2021). Tak lupa sebuah karung besar berisi limbah pabrik plastik, mereka bawa dalam aksi tersebut.
Sampai di lantai 4, di ruangan rapat DLH Gedung Menara Wijaya tersebut, mereka tumpahkan semua unek-unek yang selama bertahun-tahun mengganjal warga desanya. Apa saja keluhan warga tersebut?
Belasan warga tersebut mengaku mewakili ratusan warga lainnya, yaitu warga dari desa Grogol, dan desa Kadokan, Grogol, Sukoharjo, Jateng. Kedatangan mereka memenuhi undangan mediasi dari DLH. Mereka ditemui oleh Agus Suprapto (sekdin), yang mewakili Plt Kepala Dinas DLH, Bagas Windaryatno yang tidak bisa hadir saat itu.
Dalam pertemuan tersebut juga dihadiri oleh wakil-wakil dari PT. Nusantara Plastindo. Diantaranya Pramono, sebagai pengelola pabrik plastik yang diduga telah merugikan warga sekitar dengan semua pencemaran limbahnya. Perwakilan warga sendiri, didampingi oleh Dr. BRM Kusumo Putro SH, MH (48), ketua dari LSM Lapaan RI Jateng.
“Sudah bertahun-tahun kami sebagai warga desa terdampak, melayangkan protes kepada pabrik plastik di desa kami. Namun tak pernah ditanggapi dengan memuaskan,” ujar Gito Siswono (55), salah satu wakil warga yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Dalam sesi testimoni tersebut, Gito yang menjadi Ketua RW 06 Dukuh Tegalrejo, menjelaskan bahwa air sungai yang terkena limbah pabrik menjadi keruh. Sehingga sangat tidak sehat, dan tidak layak untuk dijadikan sumber air minum.
Itulah sebab, dengan terpaksa banyak warga desa sekarang beralih menjadi pelanggan PDAM. Konsekwensinya, tentu saja warga juga harus membayar sedikit lebih mahal untuk air bersih tersebut.
Air hasil buangan limbah pabrik, benar-benar membuat dampak yang sangat merugikan. Bahkan sangat komplek. Mulai dari air resapan untuk sumber air minum warga menjadi terganggu. Dan yang paling kerap terasa, yaitu saat musim hujan.
“Karena pencemaran limbah menjadikan sungai menjadi dangkal. Sehingga air hujan sedikit saja bisa membuat sungai menjadi meluap. Dan tentu saja banjir yang harus selalu kami hadapai di musim hujan seperti sekarang ini,” ungkap Gito lagi dengan polos sekaligus jenaka.
Yang paling memprihatinkan, juga terungkap bahwa selama ini, saluran pembuangan dari limbah pabrik melewati beberapa lahan warga tanpa ijin si pemilik tanah. Salah satunya adalah milik Pak Gito sendiri.
Ia mengaku meskipun lahannya yang seluas sekitar 600 meter2, dilewati saluran limbah sebenarnya ia tidak begitu protes. Bahkan saat, ia tak pernah ditemui untuk dimintai ijin pun ia juga tidak begitu bereaksi.
“Namun karena kualitas air limbah itulah, akhirnya saya sampaikan uneg-uneg saya ini. Bagi kami sebenarnya hanyalah sederhana, yaitu kami hanya ingin air limbah tersebut jernih. Sehingga dengan pertemuan ini, semoga pihak pabrik bisa membenahi proses pengolahan limbahnya,” tegas Gito, mengakhiri uneg-unegnya.
Sementara warga lainnya, yaitu Jupri, mantan Ketua RW 06, juga menyampaikan keluhannya. Selain masalah resapan air minum warga terganggu, bahaya banjir luapan sungai, juga terungkap tentang bahaya kebakaran di musim kemarau.
“Limbah pabrik yang mengering, sering menyumbat aliran air. Dan di waktu musim kemarau sering terbakar dengan sendirinya. Hal itu, tentu juga membahayakan warga. Terutama anak-anak kecil yang mungkin bermain di sekitar limbah tersebut,” terang Jupri yang juga menunjukkan sekarung limbah yang dibawa oleh rekan-rekannya.
Dari hasil investigasi TIM LSM Lapaan RI Jateng, kondisi bangunan pabrik yang dimaksud, memang sangat memprihatinkan. Diantaranya banyak bangunan pabrik yang sangat mepet, atau memakan ruang bahu atas pinggir sungai. Hal tersebut tentu sangat menyalahi aturan. Sungai itu sendiri, selama ini kerap disebut warga dengan nama sungai Gijikan. Dan merupakan anak sungai Bengawan Solo.
Apalagi melihat kondisi air limbah yang mencemari sungai dan lingkungan sekitar. Selama ini, pihak pabrik diduga hanya melakukan pengerukan sementara. Dan hasil pengerukan tersebut hanya dibuang di pinggiran sungai. Sehingga menjadikan pinggiran sungai sangat labil jika dilewati manusia. Jelas hal itu sangat berbahaya bagi lingkungan sekitar.
“Jelas kami menduga, ada hal yang tidak benar terkait dengan sistim pengolahan limbah pabrik tersebut. Bahkan bisa jadi, juga patut diduga ijin beroperasi pabrik tersebut perlu dipertanyakan kembali,” ujar Kusumo Putro yang juga dikenal sebagai pengurus PERADI Sukoharjo tersebut.
Kusumo menduga pabrik yang sudah beroperasi selama 25 tahun itu, tidak mempunyai sistem pengolahan limbah (IPAL) yang benar. Bahkan AMDALnya pun juga patut dipertanyakan.
Bahkan ia juga heran, dan sangat menyayangkan pihak-pihak terkait, seperti Satpol PP atau dari dinas DLH Sukoharjo sendiri. Kenapa pelanggaran yang cukup berat dari pabrik tersebut, justru dibiarkan sampai berlarut-larut. Bahkan sampai harus menunggu warga bereaksi terlebih dahulu, hanya untuk menegur pihak pengelola atau pemilik pabrik itu.
Untuk itulah, jika setelah pertemuan tersebut, tidak ada upaya nyata dari pihak pabrik untuk membenahi semua sistem produksi dan pengolahan limbahnya. Atau dengan kata lain tidak bisa memenuhi tuntutan warga yang sebenarnya sangat sederhana tersebut, pihaknya akan membawa kasus tersebut ke jalur hukum.
Sesuai dengan UI No. 32 Tahun 2009 Pasal 98, pelanggaran tentang pencemaran air dan lingkungan. Terlebih sampai mengakibatkan orang luka atau meninggal, bisa terancam pidana paling lama 15 Tahun, dan denda Rp 15 Milyar.
“Pelanggaran yang diduga sudah dilakukan oleh PT. Nusantara Plastindo tersebut, tentu saja sudah kategori berat. Karena menjadi penyebab Bencana Lingkungan Hidup. Dimana air bersih yang menjadi hak hidup utama warga menjadi tercemar. Dan semua pihak yang terlibat dalam pencemaran tersebut, akan saya perkarakan tanpa kecuali,” tegas Kusumo saat sesi tanya-jawab dengan beberapa awak media yang hadir di lokasi pertemuan.
Kusumo juga sempat menyentil, apa saja peran DPRD Sukoharjo selama ini. Mengapa mereka sangat Slow Respon dengan keluhan warga. Bahkan diduga juga tidak peduli sama sekali dengan keluhan warga. Dimana warga yang seharusnya dibelanya sesuai dengan misi dan visinya sebagai wakil rakyat.
“Seharusnya DPRD Sukoharjo, turun langsung ke lokasi bersama dinas-dinas terkait. Untuk mengecek secara langsung kondisi dari keluhan warga tersebut. Bahkan bila perlu ikut turun ke sungai mengecek kebenaran limbah tersebut. Dan juga mengecek tentang IPAL, Amdal, dan seluruh prosedur perijinan pabrik, apakah memang benar-benar sudah sesuai dengan prosidur dan aturan yang berlaku,” tegas Kusumo Putro lagi.
Menurut Kusumo hal tersebut wajib dilakukan oleh para anggota dewan yang terhormat. Karena merupakan bentuk kepedulian dan perhatian kepada rakyatnya. Dimana KESELAMATAN RAKYAT ADALAH HUKUM YANG TERTINGGI (Salus Populi Suprema Lex Esto).
Sementara itu, Pramono mewakili PT Nusantara Plastindo yang beralamat di Jl. Cempaka Grogol Sukoharjo tersebut, mengaku selama ini, pihaknya sudah menggunakan sistem pembuangan limbah sesuai dengan prosedur.
Bahkan ia mengaku sudah menggunakan 8 sistem penyaringan limbah sebelum dibuang ke sungai. Namun ia juga tidak mengelak, jika sistem tersebut mungkin tetap masih menghasilkan residu yang lolos terbuang, atau dianggap mencemari lingkungan sekitar.
“Namun jika sistem yang selama ini kami gunakan ternyata tetap mengadung muatan residu (limbah), yang lolos dan dianggap mencemari lingkungan. Maka kami berjanji secepatnya akan segera memperbaikinya, agar tidak mencemari lingkungan,” ujar Pramono menanggapi keluhan warga.
Dari pengakuan pihak PT Nusantara Plastindo tersebut, warga menginginkan bukti hitam di atas putih. Artinya warga menuntut, janji tersebut tak hanya sekedar ucapan janji saja. Namun ada sanksi hukum, jika pihak pabrik ternyata mengingkari di kemudian hari.
Agus Suprapto sendiri, mewakili pihak DLH, mengatakan bahwa tuntutan warga tersebut sebenarnya masih sangat normatif. Atau bisa dikatakan masih dalam batas kewajaran, sebagaimana warga menuntut hak-hak hidupnya, terkait dampak dari keberadaan pabrik.
“Sehingga kami memberikan solusi, agar dari kedua belah pihak dibentuk tim komunikator yang baik dan selalu aktif. Artinya mereka bisa dengan aktif dan mudah untuk selalu bertemu. Sehingga tuntutan warga yang sangat normatif tersebut bisa segera dipenuhi oleh pihak pabrik. Intinya mediasi yang baik merupakan jalan tengah yang ideal, agar masalah ini bisa cepat kelar,” ujar Agus kepada beberapa awak media yang hadir.
Dalam pertemuan tersebut, juga hadir Kades dari dua desa, yaitu Kades Grogol dan Kades Kadokan. Dimana kedua desa tersebut, paling tedampak oleh pencemaran dari pabrik plastik PT. Nusantara Plasindo. Mereka bersama wakil dari Camat Grogol, berjanji akan terus mengawal warga desanya dalam tuntutan tersebut.
“Bagaimanapun, kami akan terus membela warga kami, sampai tuntutan warga benar-benar bisa dipenuhi,” ujar Suyono, mewakili warga desa Kadokan, Grogol. (Dia)
Sumber: www.majalahkisahnyata.com
Leave a Reply Batalkan balasan