
MAJALAHKISAHNYATA.COM, Boyolali– Dalam beberapa tahun terakhir, hingga bulan November 2021 ini, ratusan situs cagar budaya ditemukan di wilayah Boyolali, Jateng. Sebagian sudah diregister (dicatat) oleh pihak terkait. Sementara ribuan artefak, atau pecahan benda cagar budaya lainnya, juga masih menunggu, untuk menjadi target kajian, atau riset pelestarian cagar budaya. Mungkinkah Boyolali menyandang predikat sebagai kota seribu situs?
Membentang dari wilayah lereng gunung Merapi-Merbabu, hingga jauh ke perbatasan paling timur. Atau wilayah Pengging hingga perbatasan Kartosuro (Sukoharjo), tersebar banyak peninggalan kuno. Peninggalan tersebut adalah benda-benda kuno yang masuk dalam ranah cagar budaya. Seperti bangunan atau situs candi, artefak batu dan arca, serta benda-benda terkait lainnya.
Dari wilayah lereng Merapi-Merbabu, tercatat temuan-temuan penting seperti Prasasti Wonosegoro, Candi Lawang, Candi Sari, dll. Sementara lebih ke bawah lagi, atau di wilayah Kecamatan Musuk, juga ditemukan puluhan situs dan ratusan artefak. Begitu pula di Kecamatan Sawit dan sekitarnya. Dan semuanya diduga kuat merupakan bekas, atau peninggalan bangunan candi megah di masa lampau.
“Yang paling akhir, dan menjadi sorotan banyak pihak adalah temuan situs Watu Genuk di Desa Kragilan, Mojosongo, Boyolali. Temuan ini sangat menarik, karena membuka mata dunia, bahwa Boyolali memang menyimpan sejuta misteri terkait peradaban tinggi di masa lampau,” papar Dr. BRM Kusuma Putra SH MH, ketua dari Yayasan Forum Budaya Mataram (FBM), yang juga mewakili dari Dewan Pemerhati dan Penyelamat Seni Budaya Indonesia (DPPSBI ) Jateng, pada Senin sore kemarin (17/11/2021).
Yayasan FBM dan DPPSBI Jateng sendiri, selama ini memang dikenal sangat aktif. Terkait peran sertanya dalam upaya ikut melestarikan dan ikut menjaga aset benda-benda cagar budaya. Tak terkecuali di wilayah Boyolali yang sangat banyak peninggalan atau temuan situs cagar budayanya.
Malah di situs Watu Genuk, pihak FBM sudah tak terhitung, berkali-kali mendatangi lokasi. Setiap kali datang, FBM selalu mendesak dan menyampaikan himbauannya kepada pihak terkait agar secepatnya menindak-lanjuti temuan tersebut.
Hingga di awal bulan November 2021 ini, pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng melakukan ekskavasi untuk kedua kalinya, setelah observasi beberapa tahun silam.
“Seperti dugaan kami, hasil penggalian oleh Tim BPCB Jateng, mengungkap bahwa Situs Watu Genuk diduga kuat merupakan Candi Hindu di era Mataram Kuno. Atau sekitar abad 8 hingga 10 silam,” lanjut pria yang akrab disapa Kusumo ini.
Namun terlepas dari hasil observasi serta ekskavasi di Situs Watu Genuk tersebut, ada beberapa poin penting yang menjadi pemikiran FBM serta DPPSBI Jateng. Yang pertama adalah respon dari pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali sendiri. Pihak Pemkab Boyolali ternyata sangat peduli dengan temuan situs-situs cagar budaya yang ada di wilayahnya.
Bahkan sejak tahun 2018 lalu, Pemkab Boyolali sudah membuat Peraturan Daerah (Perda) terkait pelestarian cagar budaya. Yaitu Perda No. 14/2018 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya. Hal ini sebagai bukti nyata, bahwa Pemkab Boyolali memang tidak main-main dengan aset cagar budaya yang ada di wilayahnya.
Untuk temuan di Situs Watu Genuk, sesuai rekomendasi dari Tim BPCB Jateng, pihak Pemkab Boyolali juga merespon dengan cepat. Yaitu menganggarkan dana khusus, lewat dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud).
Dana tersebut untuk riset secara mendalam terkait temuan situs Watu Genuk. Hasil riset tersebut, nantinya bisa dipakai rujukan kepada Bupati, untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
“Kami dari FBM jelas sangat mengapresiasi dan memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya, atas langkah cepat, serta terobosan luar biasa dari Pemkab Boyolali tersebut. Terutama untuk Bupati, Wakil Bupati, serta Dinas terkait,” tegas Kusumo lagi.
FBM berharap, langkah Pemkab Boyolali tersebut, bisa menjadi contoh atau ditiru oleh pemerintah daerah lainnya di seluruh Indonesia. Khususnya di wilayah Solo Raya, dimana banyak sekali temuan situs cagar budaya, yang belum tergarap secara maksimal. Baik upaya pelestarian ataupun pemanfaatannya.
Selama ini hanya Pemkab Klaten serta Boyolali saja, yang sudah memberikan perhatian penuh dan serius kepada temuan-temuan cagar budaya tersebut. Karena mereka sadar, bahwa aset-aset cagar budaya itu, menjadi potensi yang sangat luar biasa dalam kemajuan pembangunan daerah itu sendiri.
Dari banyaknya temuan dan hasil kajian, terkait benda atau situs cagar budaya yang ada di Boyolali, FBM menganggap bahwa Boyolali sangat layak mendapat predikat sebagai Kota Seribu Situs.
“Apalagi jika observasi, ekskavasi, serta riset-riset lanjutan dilakukan dengan lebih serius. Tentu akan semakin banyak lagi, temuan situs cagar budaya yang selama ini terpendam. Atau mungkin belum diketahui secara luas, oleh masyarakat atau bahkan oleh Pemkab sendiri,” tutur Kusumo yang mengaku, dalam waktu dekat juga berencana, akan menguak beberapa misteri temuan benda lagi di Boyolali. Temuan tersebut, diduga kuat juga merupakan situs cagar budaya juga.
Selain itu FBM juga mengusulkan, alangkah idealnya jika Pemkab Boyolali membuat sebuah museum besar, khusus situs cagar budaya. Sehingga predikat kota Seribu Situs, akan terintegrasi dengan keberadaan Museum Situs sebagai wujud nyatanya. Dan bisa menjadi tambahan daya tarik, atau wahana wisata yang sangat potensial. Bahkan bila mungkin menjadi wisata unggulan di Boyolali.
Karena selama ini, di pusat kota Boyolali hanya ada rumah arca Kridanggo. Meskipun mungkin menyimpan benda cagar budaya lain, namun lebih banyak arca atau patung yang disimpan di sana. Jadi tidak mewadahi atau mewakili benda-benda cagar budaya secara umum. Jika Boyolali punya museum situs cagar budaya, tentu akan menjadi yang pertama dari yang selama ini pernah ada.
Sebagai ujung tombak dari keberadaan, atau temuan benda-benda cagar budaya, FBM juga mendorong Pemkab Boyolali agar sesegera mungkin membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).
“Sehingga setiap temuan atau informasi apapun, terkait keberadaan situs atau benda cagar budaya, bisa secepatnya ditindak-lanjuti,” ungkap Kusumo.
Hal itu demi keamanan, supaya pelestarian serta pemanfaatan benda cagar budaya itu sendiri, bisa berguna bagi semua pihak. Khususnya bagi generasi muda, agar bisa memahami. Bagaimana sejarah dan tingginya peradaban leluhur bangsa ini. Sehingga menjadi kebanggaan setiap generasi. Atau tetap merasa bangga, menjadi bagian dari penerus kejayaan peradaban leluhur bangsa sendiri.
Terkait dengan upaya pelestarian benda-benda cagar budaya, dalam UU Cagar Budaya sendiri, juga tidak membatasi anggaran untuk mewujudkan upaya tersebut. Sehingga untuk setiap pihak terkait. Baik pemerintah tingkat Kabupaten/Kotamadya, Provinsi, ataupun Pusat, seharusnya tidak pernah membatasi anggaran untuk upaya pelestarian tersebut.
Jika peringkat cagar budaya tersebut, ditetapkan sebagai tingkat Kabupaten, tentu menjadi kewenangan (tanggung-jawab) Kabupaten. Jika menjadi tingkat Provinsi, tentu memerlukan kebijakan dari Gubernur yang sedang menjabat.
“Begitu pula jika ditetapkan ke peringkat yang lebih tinggi atau Nasional, tentu akan bersentuhan dengan kebijakan Presiden. Agar berwenang mengatur dan melindungi benda cagar budaya tersebut,” ungkapnya.
Bahkan jika nanti peringkatnya naik menjadi cagar budaya dunia, tentu badan dunia resmi (PBB/Unesco) yang akan melindunginya. Sehingga secara logika, memang anggaran berapapun bisa dikucurkan, untuk semua usaha pelestarian cagar budaya. Karena sudah sesuai dengan kemampuan masing-masing wilayah atau tingkatannya.
Selain itu, kepada pihak yang berwenang membuat UU Cagar Budaya, yaitu DPR. FBM mendesak agar secepatnya merevisi UU Cagar Budaya, agar sesuai dengan kondisi serta perkembangan yang ada sekarang ini. Hal ini mengingat bahwa UU Cagar Budaya yang dibuat pada tahun 2010, tentu sudah banyak yang kurang relevan di masa sekarang.
“Dengan revisi UU Cagar Budaya yang baru, tentu semakin sempurna isinya. Dan bisa lebih menjamin upaya-upaya pelestarian cagar budaya, agar semakin baik di masa sekarang dan masa-masa mendatang,” tukasnya lagi.
Sekali lagi, FBM mengapresiasi penuh langkah-langkah Pemkab Boyolali terkait keberadaan situs cagar budaya. Hal ini juga berarti, apa yang selama ini selalu disuarakan oleh FBM dan DPPSBI terkait pelestarian cagar budaya, didengar oleh pihak-pihak terkait.
Sehubungan dengan tekad Pemkab Boyolali akan melakukan riset di situs Watu Genuk, FBM berharap semoga bisa cepat terkuak, semua misteri sejarah masa lampau di wilayah Boyolali, khususnya di Situs Watu Genuk. Dimana sejarah peradaban kuno, ternyata sungguh sudah sangat maju dan tinggi. Dan bisa menjadi kebanggaan semua generasi bangsa ini.
“Semoga riset tersebut dilakukan secara power full, atau secara besar-besaran. Sehingga benar-benar bisa mengungkap tuntas, sejarah dan misteri dari Situs Watu Genuk,” paparnya. (Dia)
Sumber: www.majalahkisahnyata.com
Leave a Reply Batalkan balasan