MAJALAHKISAHNYATA.COM, Solo– Tak banyak yang mengira, ternyata sebuah Pondok Pesantren (Ponpes) sederhana, masih eksis di tengah kampung. Meskipun biaya mondok para santrinya sangat murah, namun semangat pengasuh dan para pengurusnya sangat luar biasa. Tak heran, dengan fasilitas keuangan yang minim, ponpes ini justru berhasil mencetak santriwan dan santriwati yang berprestasi. Seperti apa kondisi ponpes tersebut?
Ponpes Darul Tauhid, sering juga disebut dengan nama Ponpes Hamzah Abdul Muntholip, atau Ponpes Hamzah saja, lantaran di dalam komplek halamannya juga berdiri sebuah Masjid dengan nama Hamzah Bin Abdul Muntholip. Berlokasi di Jalan Kahuripan Selatan, Sumber, Banjarsari, Solo, Jateng, Ponpes ini memang sangat unik. Sejak dirintis pada bulan April tahun 2018 silam, saat ini sudah ada 16 santri yang belajar di sana.
“Awalnya hanya ada seorang santri yang belajar di sini. Lambat-laun sekarang sudah ada 16 santri yang datang dari berbagai daerah,” ujar Agus Supartanto, pengelola dari Ponpes Hamzah saat ditemui di sela-sela acara berbuka bersama santri ponpes.
Menurut Agus, keberadaan ponpes Hamzah menjadi satu-satunya ponpes yang berkiblat ke atap NU (Nahdatul Ulama), di wilayah kecamatan Banjarsari. Atau menjadi ponpes yang ke-13, dari total 23 pondok Darul Tauhid yang ada di pulau Jawa. Semua pondok yang tersebar itu, menginduk ke Ponpes Darul Tauhid yang berpusat di Purworejo.
Menurut sejarahnya, lahan ponpes Hamzah, awalnya adalah milik orang tua Agus. Dimana dulunya orang tua (Ayahnya) Agus, dikenal sebagai pejabat Ki Demang dari struktur pemerintahan Pura Mangkunegaran. Sebelum ayahnya meninggal, Agus meminta ijin untuk membangun Masjid kecil, di atas lahan yang luasnya sekitar 5000 meter tersebut.
“Begitu mendapat ijin, saya segera membangun masjid secara bertahap. Maklum karena semua biaya adalah dari sumber pribadi atau keluarga,” tutur Agus mengisahkan.
Setelah masjid berdiri, beberapa tahun kemudian pemilik lahan terpanggil hatinya untuk mendirikan sebuah pondok pesantren. Akhirnya lewat perjuangan berliku-liku, berdirilah ponpes Darul Tauhid atau Ponpes Hamzah tersebut.
Sesuai doktrin atau ciri kebiasaan dari ponpes Darul Tauhid, ponpes yang baru berdiri, dilarang mengajukan proposal bantuan kepada pihak eksternal manapun. Kecuali memang ada pihak yang bersimpati atau menawarkan bantuan terlebih dahulu boleh diterima. Termasuk ponpes Hamzah di kampung Sumber tersebut.
“Selama lima tahun pertama, ponpes Hamzah benar-benar sangat mandiri dalam setiap sumber pendanaannya. Baik dana untuk pembangunan fisik, ataupun dana untuk operasional para santrinya, ” papar Agus lagi.
Pihak pengasuh dan pengelola ponpes, hanya ingin mewujudkan sebuah cita-cita sederhana. Yaitu ingin mendidik santri-santri agar mempunyai moral agama (Islam) yang benar-benar baik. Tumbuh menjadi insan agama yang berkualitas, bertagwa, berguna, sekaligus menjadi generasi yang mencintai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Setiap hari, bisa ditemui kegiatan para santri khas ponpes yang bernaung di bawah ruh NU. Mereka belajar kitab (kuning), sekaligus juga menerapkan ajaran agama yang diterimanya. Baik di dalam ponpes ataupun di masyarakat secara umum. Para santri juga bebas melakukan kegiatan ekstra kurikuler, sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing.
Dukungan penuh dari pengasuh dan pengelola ponpes, menjadikan anak-anak didik ponpes menjadi bersemangat. Apalagi biaya mondok di ponpes tersebut terbilang sangat-sangatlah murah. Terutama untuk ukuran pondok yang berdiri di tengah sebuah wilayah kotamadya.
“Kami hanya menarik iuran Rp 100 ribu per bulan. Sedangkan untuk biaya makan para santri, kami hanya menarik Rp 10 ribu per minggunya,” sambungnya lagi.
Dari gambaran singkat tersebut, ponpes Hamzah benar-benar menerapkan manajemen yang luar biasa sederhana, dengan sumber keterbatasan yang ada. Meskipun demikian, hal tersebut tidak mengurangi semangat para pengelola dan pengasuh pondok untuk tetap berbakti mendidik para santrinya. Tentu saja pihak pengelola, harus berjuang keras agar sumber dana yang minim tidak mengurangi kualitas para santri.
Begitu pula para santrinya juga bersemangat dan bahkan merasa nyaman belajar atau mondok di ponpes Hamzah. Sehingga tidak mengherankan, justru dengan kesederhanaan dan keterbatasan yang ada, banyak santri yang mencetak prestasi mengagumkan dari kawah candradimuka ponpes tersebut.
Diantaranya ada santri yang berhasil meraih medali kemenangan, untuk turnamen pencak silat se-Asia tenggara beberapa waktu lalu. Santri yang bernama Wahyu tersebut, berhasil membuat harum nama bangsa Indonesia pada umumnya di mata dunia.
Juga ada santri yang bernama Muhamad Dion. Yang berhasil mencetak prestasi gemilang dalam bidang olahraga lompat tinggi dalam event PON (Pekan Olahraga Nasional). Prestasi ini tentu juga mengharumkan nama ponpes Darul Tauhid pada khususnya.
“Selain itu banyak santri lainnya yang masuk dalam beasiswa atau program bidik misi, untuk tingkat kuliah lanjutan dari pemerintah,” tuturnya bangga.
HALAMAN SELANJUTNYA……….
Leave a Reply Batalkan balasan