
MAJALAHKISAHNYATA.COM, Sukoharjo– Berikut ini sekelumit kisah, setelah kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Brawijaya V (Kertabhumi) runtuh. Majapahit runtuh karena serbuan bala tentara kerajaan Demak. Sebagian besar para pembesar dan bangsawan kerajaan majapahit, melarikan diri ke berbagai daerah untuk menyelamatkan diri.
Dengan menyamar seperti rakyat jelata, mereka berlari menyelamatkan diri. Tujuannya agar identitas mereka tidak diketahui oleh bala tentara kerajaan Demak. Untuk menghindari kejaran musuh, mereka sering keluar-masuk hutan, dan menyeberangi sungai. Bahkan sampai mendaki gunung untuk menyelamatkan diri. Bisa dibilang mereka melakukan pengembaraan yang tak tentu arah.
Sebagian ada yang melakukan pengembaraan, hingga sampai di Pegunungan Seribu ( sekarang wilayah di perbatasan Jateng dan DIY). Salah satunya adalah yang bernama Jaka Balora. Jaka Balora adalah seorang pemuda yang gagah dan sakti. Dia dikenal sangat menguasai beberapa ajian dan ilmu kesaktian khas Majapahit.
Sampai akhirnya, tibalah Jaka Balora di sebuah lereng Gunung Taruwangsa (sekarang masuk wilayah desa Watu Bonang, Tawangsari, Sukoharjo, Jateng). Dalam pandangan Jaka Balora, Gunung di depannya mempunyai kekuatan yang sangat aneh. Iapun penasaran, dan tertantang untuk mengetahuinya.
Dengan sikap hati-hati, Jaka Balora mendaki gunung tersebut. Belum sejengkal melangkah, Jaka Balora dikejutkan dengan serangan hebat dari sekelompok bangsa jin dan lelembut. Kelompok penyerang itu adalah penunggu mayapada gunung Taruwangsa. Dengan segera Jaka Balora mengerahkan kesaktiannya, untuk menangkis serangan bangsa jin dan lelembut tersebut.
Ia membungkus diri dengan himpunan tenaga sakti, hingga tak satupun serangan bangsa jin itu berhasil menyentuh tubuhnya. Dengan kesaktian Jaka Balora itu, bangsa jin dan lelembut yang jumlahnya ratusan tersebut menjadi keteteran. Namun tetap terus menyerang Jaka Balora. Hingga Jaka Balora dengan segenap kemampuannya ingin segera menghentikan pertempuran tersebut.
Mendadak, dari tubuh Pangeran Jaka Balora keluar pusaran angin yang sangat dahsyat. Pusaran angin yang keluar dari tubuh Pangeran Jaka Balora, mirip angin puyuh. Bahkan mampu membuat pohon-pohon sekitarnya bertumbangan. Juga batu-batu tebing berhamburan, sampai membuat ratusan bangsa jin tersebut terhempas kemana-mana.
Pemimpin bangsa jin akhirnya mengakui kesaktian Pangeran Jaka Balora dan tidak mengganggunya saat di gunung itu. Maka sejak itu, Jaka Balora berkeinginan menetap di puncak Gunung Taruwangsa itu.
Sementara seorang tokoh yang bernama Ki Ageng Sutawijaya atau Ki Ageng Majasto, tinggal di puncak gunung Majasto. Dan mendengar bahwa di Gunung Taruwangsa sekarang tidak angker lagi. Sehingga ia berkeinginan untuk mengetahui kebenaran cerita itu. Lalu datang sendiri ke Gunung Taruwangsa. Sesampai di lereng Gunung Taruwangsa, Ki Ageng merasa kehausan. Lalu ingin meminum air buah kelapa yang banyak tumbuh di lereng itu.
Ki Ageng Majasto yang sakti itu melemparkan sabitnya ke atas. Kemudian ada beberapa buah kelapa yang jatuh di dekat Ki Ageng Majastan. Mendadak terdengar suara dari belakang Ki Ageng Majasto.
“Apabila kisanak masih haus, kisanak bisa memilih buah kelapa muda yang masih segar di sini,” terdengar suara itu.
Tiba-tiba saja pohon kelapa itu menunduk di depan Ki Ageng Majasto. Ki Ageng Majasto pun tak kuasa menolak. Dan memilih beberapa buah kelapa muda segar. Ki Ageng Majasto sangat kagum terhadap kesaktian pemuda di depannya itu. Maka dengan serta merta Ki Ageng Majasto mengajak berkenalan.
Dari perkenalan itu diketahui, bahwa ternyata mereka adalah sama-sama keturunan Majapahit atau Trah Brawijaya V. Ki Ageng Majasto sangat senang. Begitu pula Pangeran Jaka Balora. Untuk mempererat persaudaraan keduanya, Ki Ageng Majasto berkehendak untuk menikahkan Jaka Balora dengan salah satu putrinya.
Hari pun berganti, tibalah musim penghujan. Dan kini tiba saatnya untuk bertanam padi. Bertani adalah pekerjaan utama bagi masyarakat di sekitar Gunung Majasto tempat Ki Ageng Majasto tinggal. Ki Ageng Majasto yang telah tua itu bersedih. Ki Ageng tak mampu lagi untuk mengerjakan sawah yang sangat luas itu. Di tengah kesedihannya, ia berguman, menyesalkan pada Jaka Balora yang tak datang membantunya.
“Orang tua kesulitan mengerjakan sawah, kok anakku bersenang-senang di puncak gunung,” begitu guman Ki Ageng.
Anehnya, guman Ki Ageng yang tak terdengar oleh orang di sekitarnya itu, justru terdengar jelas oleh Jaka Balora di puncak gunung Taruwangsa. Maka dengan mengerahkan kesaktiannya, Jaka Balora diam-diam datang ke Majasta untuk mengerjakan sawah seorang diri. Sehingga menjadi tanah banjaran yang siap untuk ditanami.
Betapa terkejutnya Ki Ageng Majasto, melihat sawahnya telah siap ditanami, saat bersama warga lain datang ke sawah. Kemudian ia berkata,
“Hanya satu orang di sekitar sini yang bisa melakukan pekerjaan menakjubkan ini, dialah menantuku Jaka Balora. Wahai warga desaku, jadilah saksi bahwa Jaka Balora menantuku sekarang bernama BanjaranSari,” ujarnya pada warga desa.
Leave a Reply Batalkan balasan