
MAJALAHKISAHNYATA.COM, Boyolali– Nama lokasi keramat ini cukup unik, yaitu Susuh Angin. Seperti tempat keramat lain, banyak orang datang ke sini untuk mengadu keberuntungan. Di sini mereka cukup membawa seekor ayam untuk senjata ritualnya. Setelah ritual selesai, ada hembusan angin yang menjadi tanda apakah keinginan mereka dikabulkan atau tidak. Konon, banyak yang berhasil mendapat keberuntungan di tempat ini. Termasuk para calon bupati yang ingin terpilih menjadi bupati.
Terletak di tempat yang cukup terpencil dari keramaian kota Boyolali. Tepatnya di lereng gunung Merapi, di desa Sendangrejo, Sumbung, Cepogo, Boyolali, Jateng. Atau sekitar 30 km ke arah barat dari kota Boyolali. Untuk mencapainya harus ditempuh dengan jalan kaki dari jalan desa setempat. Setelah 25 menit menyusuri jalan setapak di lereng perbukitan dan kebun, maka sampailah ke lokasi Susuh Angin.
Bentuk tempat ritual inipun cukup sederhana. Yaitu berupa gua dengan mulut kecil di tebing batu cadas. Di bawah mulut gua ada aliran sungai kecil yang dipenuhi batu besar berserakan. Tahun lalu sempat tertutup karena longsoran batu di atasnya. Kini di mulut gua dibangun semacam teras agar pengunjung lebih aman dan nyaman saat melakukan ritual. Tak ada juru kunci resmi di lokasi ini. Namun ada papan tulisan tentang tata-tertib atau aturan bagi pengunjung yang datang.
“Orang yang datang ke sini biasanya mendapat informasi tempat ini dari teman atau kerabatnya yang pernah ke sini sebelumnya,” tutur Tarno (45), seorang petani setempat yang kebunnya tidak jauh dari lokasi Susuh Angin.
Dari penuturan lelaki ini, dulunya lokasi Susuh Angin hanyalah sebuah sendang atau mata air. Sendang atau mata air itu dipercaya merupakan petilasan dari raja Paku Buwono X. Yaitu penguasa keraton Kasunanan Surakarta di masa silam. Konon, setelah selesai melakukan tapa brata atau semedi, beliau merasa kehausan. Karena tak ada air, maka beliau menggores tanah di dekat tebing. Ajaib, begitu digores tanah langsung keluar air jernih.
“Setelah keluar air, tiba-tiba juga muncul batu di sekeliling lubang mata air itu. Air yang keluar tertampung dalam bak yang dibentengi oleh batu-batu tersebut. Sehingga terbentuklah bak atau sendang air tersebut,” sambungnya.
Setelah selesai minum dan mandi dari air sendang itu, beliau pun merasa segar. Karena tenaganya kembali bugar, maka dia pun berniat melanjutkan semedinya. Namun entah kenapa, tempat semedi yang pertama dianggap kurang kusyuk. Akhirnya ia berniat untuk mencari tempat baru lagi. Dicarinya celah atau semacam gua untuk menempatkan tubuhnya.
Karena tak kunjung menemukan gua, maka dicarilah kayu panjang. Kayu itu digunakan untuk menyogok atau menusuk-nusuk dinding bukit agar menjadi lekukan seperti gua. Tiba-tiba saja, kayunya melesak dalam tebing dan tersedot. Akhirnya kayunya hilang sama sekali. Bersamaan dengan itu, muncul lubang gua kecil di tempat ia tadi menusuk-nusuk dinding tebing .
“Anehnya, dari lubang kecil gua itu berhembus angin yang bertiup sangat kencang. Akhirnya di tempat itulah, Paku Buwono X melanjutkan semedinya,” katanya.
Sampai sekarang bak atau sendang mata air itu diberi nama Sendang Kencono Suci Tirta Perwita Sari Sang Hyang Winenang. Jika diterjemahkan bebas mungkin berarti Mata Air Pemandian Suci. Atau Air Suci untuk Ketenangan (doa) pada Tuhan. Sedangkan lubang gua kecil itu dinamakan Susuh Angin Ngedra Bawono Sang Hyang Bayu. Sesuai namanya yaitu Susuh Angin, artinya adalah sarang angin, atau sarang seperti burung yang banyak anginnya.
Keunikannya adalah angin yang keluar dari gua itu sangat kencang. Bahkan lebih kencang dari angin di luar gua. Sehingga bisa membuat rambut berkibar jika berada tepat di depan mulut gua. Uniknya lagi, jika ada orang selesai melakukan ritual, maka ada pertanda gaib yang berhubungan dengan arah angin itu. Tanda pertama angin bisa berhembus atau menyembur dari dalam gua. Sedangkan tanda kedua, atau sebaliknya angin bisa tersedot masuk dalam gua.
“Jika angin bertiup keluar dan menghembus tubuh kita dalam waktu yang lama, maka besar kemungkinan permohonan atau doa yang bersangkutan akan dikabulkan. Namun jika angin berubah masuk ke dalam gua dan seperti hendak menyedot tubuh masuk ke gua, maka besar kemungkinan keinginan tidak dikabulkan,” ulas lelaki beranak satu ini.
Kepercayaan tentang angin gaib itu muncul setelah beberapa kali ada beberapa pelaku ritual bercerita pada warga sekitar. Mereka menceritakan pengalamannya saat mengadakan syukuran di lokasi. Syukuran itu sering diadakan, karena cita-cita atau keinginannya terkabul setelah melakukan ritual Susuh Angin. Cerita yang berkembang, angin gaib itu dipercaya merupakan kiriman dari Kanjeng Ratu Kidul penguasa Laut Selatan Jawa.
Leave a Reply Batalkan balasan