
MAJALAHKISAHNYATA.COM, Boyolali- Selain beberapa umbul atau sendang keramat, di kompleks wisata Umbul Pengging, Boyolali, Jateng, juga terdapat sebuah makam keramat. Yaitu milik tokoh pujangga yang sangat terkenal, Raden Ngabehi Yosodipuro (R. Ng. Yosodipuro). Makam itu terletak di bagian paling barat dari komplek wisata. Pujangga Yosodipuro sendiri adalah pujangga besar dalam bidang Sastra Jawa. Beliau hidup semasa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono II, III, dan IV dalam sejarah kerajaan Surakarta Hadiningrat.
Tak heran hingga saat ini, makamnya selalu ramai dikunjungi peziarah dari berbagai wilayah. Selain untuk berziarah, tentu saja banyak pengunjung yang juga ingin melakukan ritual ngalap berkah di makam. Namun yang paling menarik, selain berziarah dan ngalap berkah, pengunjung juga bisa melakukan ritual Sanggaran. Media yang dipakai adalahdaun kelapa (janur) untuk meramal nasib. Ritual sanggaran ini paling ramai dikunjungi pada saat Malam Jumat Pahing. Penasaran?
“Beliau (Yosodipuro) memang lahir pada Malam Jumat Pahing, jadi makam ini juga ramai dikunjungi saat malam Jumat Pahing,” tutur Sancoyo (59), juru kunci yang dipercaya menjaga makam Yosodipuro. Dari keterangan juru kunci inilah muncul cerita tentang tradisi sanggaran yang sangat unik di makam ini. Meskipun unik, namun nilai mistis dan kesakralan dari sanggaran ini sungguh nyata dan tidak main-main.
“Kalau ingin melihat prosesnya langsung, sebaiknya datang saja pas malam Jumat Pahing,” katanya pasti.
Di malam-malam itu, ritual unik Sanggaran Janur Kuning menjadi favorit dari peziarah atau pengunjung yang datang. Inti dari ritual itu adalah upacara meramal nasib. Atau lebih luas lagi meminta petunjuk gaib dari aura keramat makam Yosodipuro. Medianya melalui seutas lembaran daun kelapa. Di lembar-lembar daun kelapa itulah, nantinya garis nasib atau ramalan nasib si penyanggar bisa terbaca dengan jelas.
Lalu bagaimana prosesi sanggaran itu?
Mula-mula pengunjung mengisi daftar tamu di tempat dekat pintu masuk utama makam. Selanjutnya oleh panitia atau petugas ia akan diberi sehelai daun kelapa atau yang dikenal dengan sebutan Janur Kuning. Janur Kuning inilah sebagai media upacara Sanggaran itu. Masing-masing janur kuning ini diberi tanda atau gantungan kertas sesuai dengan nama masing-masing pengunjung. Setelah itu terserah si pengunjung.
Ia bisa meneruskan semedi, berdoa, tirakat, atau laku di sekitar makam. Bahkan ada juga pengunjung yang langsung pulang.
“Namun tentu saja orang yang bersungguh-sungguh minta petunjuk gaib, akan setia menunggu dan berdoa di sini semalaman menunggu hasil sanggrahan itu tiba,” terang Sancoyo lagi dengan serius.
Selanjutnya oleh petugas, kumpulan janur tadi akan di bawa masuk ditempatkan di sekitar pusara makam Yosodipuro. Waktu pengumpulan janur dari pengunjung biasanya dimulai sekitar pukul 19.00 sampai 24.00 WIB. Lalu setelah lepas tengah malam, mulailah doa dipanjatkan.
Selama menunggu proses itulah, ada ritual bersama dari pengunjung yang hadir untuk membaca doa. Biasanya mereka melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran di depan pintu masuk kedua makam. Sebagian lain bisa berdoa di mana saja di sekitar makam. Bahkan ada juga yang menggabungkan dengan ritual kungkum (berendam) di Umbul atau aliran air yang dekat dengan komplek makam.
“Nanti menjelang subuh baru terlihat hasil dari prosesi sanggaran itu,” terang Mbah Muhadi, yang juga salah satu juru kunci lain di makam. Setelah Janur Kuning diambil, maka akan terlihat jawaban yang ditunggu-tunggu peziarah. Apakah doanya terkabul atau tidak, atau bagaimana prediksi masa depan dirinya.
“Dalam helai Janur Kuning itu nanti akan terdapat tulisan atau huruf Arab dan Jawa. Atau kadang-kadang campuran keduanya yaitu Arab Gandul. Pernah dulu ada pengunjung beruntung yang mendapat petunjuk dalam bahasa latin langsung dalam kalimat lengkap.”ujar Mbah Muhadi..
Leave a Reply Batalkan balasan