MAJALAHKISAHNYATA.COM, Wonogiri: Siapa sangka, dari berjualan nasi tiwul sederhana, mampu meraup omzet jutaan rupiah tiap harinya. Seperti kisah penjual Nasi Tiwul bungkus asal desa Bulaksulur, Ngadirojo, Wonogiri, Jateng berikut ini. Dengan manajemen yang sederhana, warung nasi tiwul dikemasnya dalam suasana khas pedesaan. Dan mampu menyedot pembeli hingga ratusan orang tiap harinya. Apa yang membuat warung ini begitu unik dan terkenal?
“Sebenarnya tidak ada yang unik kok, apalagi nasi tiwul kan memang sudah dikenal sebagai makanan khas rakyat Wonogiri dan sekitarnya,” ujar Yatno (48), pemilik warung HIK MANIA yang menjual menu khas, nasi tiwul bungkus.
Lelaki yang mengaku hanya tamatan SMP ini, memang tidak mempunyai resep khusus atau menu istimewa. Semua yang disajikan dalam warungnya, sebenarnya hanyalah makanan biasa. Bahkan cukup dikenal oleh masyarakat pada umumnya. Seperti nasi bungkus yang terdiri dari nasi bandeng, nasi sambel, nasi oseng-oseng, nasi kuning, nasi goreng, serta nasi Tiwul.
Sementara makanan kecil atau lauk lainnya disediakan tempe, tahu, bakwan, telur, dan beragam sate dari usus, kerang, bekicot, kikil, ayam, serta sosis. Namun kenyataannya, pembeli yang datang selalu berjubel. Dan paling ramai diantara warung makan sejenis. Paling tidak, bisa dikatakan paling ramai dibanding dengan warung sejenis yang ada di wilayah Wonogiri.
“Mungkin karena harga yang kami tawarkan dianggap paling murah, jadi banyak yang datang kesini,” ujar bapak berputra dua ini pada majalahkisahnyata.com.
Melihat bentuk dan kondisi warung memang sangatlah sederhana. Warung hanya terdiri dari tiga bangunan yang menyerupai lapak sederhana. Bangunan itu berderet menyambung di pinggir jalan besar. Tepatnya di jalan raya Wonogiri-Ngadirojo. Setiap bangunan hanya berukuran sekitar 2X3 meter. Lapak di tengah berfungsi sebagai dapur sekaligus kasir pembayaran. Sedangkan dua lapak yang mengapitnya digunakan untuk ruang makan pembeli. Satu ruang bergaya lesehan atau duduk di lantai, satunya lagi pembeli menyantap hidangan dengan duduk di kursi.
Memang tak salah jika berjubelnya pembeli, mungkin karena faktor harga yang murah dari warung ini. Bahkan saking murahnya, warung ini dikenal dengan sebutan warung serba seribu. Artinya harga beragam makanan, khususnya gorengan hanya dibanderol Rp 1000. Ada juga yang dibanderol Rp 2000-an seperti beragam tusukan sate. Sementara semua nasi bungkus dijual hanya Rp 2000 per bungkusnya. Kecuali untuk nasi bungkus tiwul dijual Rp 2500 per bungkus. Harga tersebut mengingat banyaknya lauk, terutama sayur yang sudah dikemas dalam satu paket di dalam bungkusnya.
“Untuk makanan kecil atau gorengan rata-rata memang kami dijual Rp 1000, sedangkan sate Rp 2000 per tusuknya,” sambung suami dari mbak Dini ini.
Bahkan yang membuat kaget, warung ini juga menyediakan menu nasi soto seharga Rp 1000 per mangkoknya. Sehingga terkenal dengan menu soto sewu. Namun seiring perkembangan harganya naik menjadi Rp 2000. Dan boleh percaya boleh tidak isi semangkok soto tersebut sudah komplit layaknya soto. Yaitu terdiri dari nasi, sayur soto lengkap lengkap dengan daging ayam atau daging sapinya. Tak heran menu soto ini juga menjadi andalan dan ciri khas dari warung ini.
Jadi jika sedikit bermain investigasi melihat andalan menu warung ini. Mungkin memang ada dua menu yang menjadi ciri khas dari warung ini. Pertama Nasi Tiwul, dan kedua Soto Dua ribuan. Nasi Tiwul meskipun dikenal sebagai ikon kota Wonogiri, namun kenyataannya sangat sulit untuk menemukan makanan ini di warung-warung umum. Justru nasi tiwul lebih banyak dijumpai langsung di rumah tangga atau keluarga sebagai menu sehari-hari.
Meskipun demikian, pamor atau gengsi dari nasi tiwul masih dianggap makanan kelas dua. Maka hanya keluarga dari golongan menengah ke bawah saja yang masih bertahan menjadikan nasi tiwul sebagai makanan pokoknya. Nasi tiwul sendiri adalah nasi yang dibuat dari gaplek atau tepung singkong. Banyak warga desa Wonogiri menjadikan nasi tiwul sebagai makanan pokoknya.
Nah karena dianggap makanan kelas dua, tak heran banyak warung yang sepertinya enggan menyajikan makanan tiwul sebagai menu utama. Justru karena itu, kalangan masyarakat yang benar-benar punya lidah nasi tiwul, tentu sangat memburu warung yang menyajikan nasi tiwul.
Tak peduli dari kalangan bawah atau atas semuanya mencari nasi tiwul. Apalagi nasi tiwul yang dikemas lengkap dengan menu khasnya. Seperti sayur trancam dan ikan gereh (ikan asin air laut ataupun air tawar). Kemasan dan rasanya memang menggoda dan bikin lidah ketagihan.
“Mungkin karena banyak yang nyari nasi tiwul, akhirnya warung saya malah menjadi jujugan utama bagi mereka,” ujarnya mengira-ngira.
Nasi tiwul dikemas dengan lauk khas sayur trancam. Yaitu sayuran mentah seperti daun kemangi, tauge, mentimun, wortel, sambel tomat, cabuk, parutan kelapa, serta ikan asin. Lalu dibungkus dengan daun khas desa, yaitu godhong jati. Bungkus daun jati inilah yang membuat tampilan nasi tiwul benar-benar bercita rasa khas desa. Dan konon, rasanya juga terasa lebih nikmat jika dibandingkan dengan wadah piring modern saat dimakan.
Leave a Reply Batalkan balasan